Wartawan desk hukum dan kriminal, layaknya wartawan lain, juga berhadapan dengan banyak tantangan. Sejak dari perencanaan, hingga pemberitaan tayang. Termasuk pertarungan batin saat menjalankan tugas dan berhadapan dengan nara sumber.
“Anda bayangkan, kami harus bertemu keluarga korban. Lalu wawancara, bertanya kesaksian mereka, apa yang mereka rasakan, dan ini yang penting lagi. Meminta foto korban semasa hidup,” kata Noor Arief Prasetyo, wartawan senior di Harian Memorandum, nara sumber Forum Klub Jurnalistik ‘Menjadi Jurnalis Kriminal’ yang digelar di Warung Cokro, Surabaya, Jumat (1/4/2016) sore tadi.
Di depan kurang lebih 60 peserta yang antusias mengikuti forum ini, Arief mengaku, itu sebabnya, wartawan kerap numpang rombongan polisi agar lebih leluasa mendapat data yang diinginkan. Karena bisa jadi, saat nara sumber ini tahu kalau ia wartawan, mereka akan enggan memberikan data seperti yang diharapkan.
“Kita maklumi, mereka sedang sedih. Ada hal menyakitkan yang terjadi sebelumnya. Lalu wartawan datang bertanya ini dan itu,” kata Arief lagi.
Wartawan kriminal, lanjut alumnus Stikosa AWS ini, pada dasarnya tidak berniat untuk melakukan eksploitasi terhadap penderitaan orang. “Logika ini juga berlaku bagi wartawan atau profesi lain kan?” tanya Arief. Analogi sederhana, dokter tak pernah berdoa agar ada yang sakit agar ia dapat rejeki. “Wartawan kriminal juga demikian. Kami tak pernah berdoa agar ada kejahatan hari ini,” tegasnya.