Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 merupakan hasil dari perundingan antara VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) dengan pihak penguasa lokal Jawa Tengah, yaitu Sultan Hamengkubuwono II dan Pakubuwono III. Perjanjian ini mendasari lahirnya aliansi antara VOC dengan pihak penguasa Jawa Tengah.
Latar belakang lahirnya Perjanjian Salatiga adalah adanya persaingan antara VOC dengan perusahaan-perusahaan dagang asing di wilayah Asia Tenggara pada abad ke-18.
Untuk mengamankan kedudukannya di wilayah ini, VOC membangun hubungan dengan pihak penguasa lokal sebagai bentuk dukungan politik dan ekonomi. Di sisi lain, pihak penguasa lokal juga memerlukan dukungan VOC untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan di wilayahnya.
Dalam konteks Jawa Tengah, VOC telah menjalin hubungan dengan Sultan Hamengkubuwono II sejak masa pemerintahan ayahnya, Pakubuwono II. Namun, hubungan ini sempat merenggang pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono II karena adanya ketidakpuasan atas tindakan VOC yang mengintervensi urusan dalam negeri. Hal ini menyebabkan terjadinya perang antara VOC dengan pihak Mataram pada tahun 1741.
Setelah perang berakhir dengan kemenangan VOC, hubungan antara VOC dengan Sultan Hamengkubuwono II kembali diperbaiki.
Perjanjian Salatiga pada tahun 1757 menjadi salah satu bentuk kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menjaga stabilitas politik dan ekonomi di wilayah Jawa Tengah. Dalam perjanjian ini, VOC menjanjikan dukungan kepada Sultan Hamengkubuwono II dan Pakubuwono III dalam menjaga keamanan dan stabilitas di wilayahnya.
Sebagai balasannya, Sultan dan Pakubuwono memberikan hak kepada VOC untuk menguasai perdagangan di wilayah mereka dan memberikan fasilitas untuk VOC membangun benteng dan kantor dagang di wilayahnya.
Perjanjian Salatiga memiliki dampak penting dalam sejarah bangsa Indonesia karena perjanjian ini merupakan salah satu contoh awal kolaborasi antara pihak penguasa lokal dengan kekuasaan asing, yaitu VOC.
Kolaborasi ini pada awalnya dimaksudkan untuk saling menguntungkan kedua belah pihak, namun kemudian menjadi sumber ketidaksetaraan dalam hubungan antara pihak lokal dengan kekuasaan asing.
Dampak utama Perjanjian Salatiga bagi sejarah bangsa Indonesia adalah terbentuknya aliansi antara VOC dengan pihak penguasa lokal di Jawa Tengah, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
Aliansi ini memungkinkan VOC untuk memperoleh hak monopoli dalam perdagangan rempah-rempah dan barang dagangan lainnya di wilayah Nusantara, yang pada akhirnya mengubah struktur sosial, ekonomi, dan politik di wilayah tersebut.
Perjanjian Salatiga juga menjadi awal dari proses penjajahan VOC terhadap wilayah Nusantara, yang kemudian berlanjut hingga masa penjajahan oleh Belanda.