Bangunan yang terletak di Jalan Bubutan VI No 2 Surabaya ini berusia satu abad lebih, tepatnya 110 tahun. Meski demikian, gedung yang digunakan sebagai Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) ini tetap kokoh dan terawat.
Layaknya beberapa bangunan lawas di Surabaya, gedung yang dulu dikenal dengan nama Hoofdbestuur Nahdatoel Oelama (HBNO) ini juga dibangun dengan sentuhan arsitektur Eropa. Yang di beberapa sisi juga dipadu dengan oranamen Nusantara. Ini nampak dari kusen dan pintunya yang masih asli hingga kini.
Gedung yang dibangun tahun 1909 ini memiliki nilai sejarah yang penting, terutama bagi Nahdlatul Ulama (NU). Sebelum digunakan sebagai kantor PCNU Surabaya, gedung tua ini pernah menjadi Kantor PBNU Pusat, sebelum akhirnya berpindah ke Pasuruan dan Madiun, hingga akhirnya pindah ke Jakarta.
“Gedung PCNU Surabaya memiliki nilai sejarah yang penting, terutama bagai perjalanan Nahdlatul Ulama sampai sekarang,” ungkap KH Faisal, Sekretaris PCNU, Surabaya.
Dengan alasan ini, lanjutnya, PCNU serius menjaga bentuk dan fungsi bangunan. “Benar-benar dirawat dengan semaksimal mungkin,” tegas lelaki yang akrab disapa Gus Faisal ini.
Melihat lebih jauh ke dalam gedung bertingkat ini, kita akan melihat ruang yang luas. Lalu deretan foto bersejarah, di antaranya yang terkait dengan pertempuran 10 November, dan juga foto naskah asli Resolusi Jihad.
Ada juga pigura besar bergambar lambang Nahdlatul Ulama (NU), hingga plakat peresmian gedung ini sebagai Kantor NU Cabang Kotamadya Surabaya, tertanggal 3 Safar 1401 atau 11 H Desember 1980 H.
Sedangkan disampingnya terdapat ruangan NU-Care Lazisnu adalah sebagai pintu masuk agar masyarakat mengenal lembaga Amil dan bertujuan, menyalurkan dana Zakat, Infak dan Sedekah serta Wakaf. Dan sarana untuk membantu masyarakat sesuai muktamar NU yang ke-31 di Asrama haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah.
Di ruang tamu, terdapat banyak kursi dan meja ditengahnya. Tempat ini biasanya dijadikan tempat diskusi dan musyawarah, dengan para tamu maupun sesama pengurus dan ada juga tempat administrasi.
Sedangkan ukuran ruangan bagian dalamnya cukup luas dan besar seperti aula yang cocok dibuat rapat, musyawarah dan juga terlihat gambar Hadratus Syaikh KH. Hasyim Ashari, KH A Wahab Hasbullah, KH Hasyim Muzadi, dan masih banyak lagi. Di sisi lain, nampak pula keterangan tahun pelaksanaan Muktamar pertama hingga pelaksanaan selanjutnya.
Menurut Gus Faisal, setidaknya ada 40 pengurus yang setiap hari bekerja di tempat ini. Mereka bekerja sesuai tugasnya.
Di luar mereka, ada juga 12 Badan Otonom (Banom) NU yang juga menempati gedung itu. Seperti Ansor, Fatayat, dan 10 Banom lainnya.
Resolusi Jihad
Sebelum NU berdiri, gedung ini telah dijadikan sebagai kantor pengurus besar dan juga menjadi tempat Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 22 oktober 1945. Isi dari Resolusi Jihad adalah menegaskan bahwa hukum membela Tanah air adalah fardhu ain bagi setiap islam di Indonesia.
Dan Resolusi Jihad bertujuan mempertahankan dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari penjajahan menurut hukum Islam.
Setelah dicetuskan Resolusi Jihad terjadi peperangan dahsyat, pada tanggal 26-29 Oktober yang mengakibatkan Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh pada tanggal 30 Oktober 1945 dan dilanjutkan dengan pertempuran 10 November 1945 mengakibatkan Kota Surabaya akan dibombardir dari darat, laut dan udara.
“Anehnya ketika pertempuran terjadi gedung ini baik-baik saja. Padahal banyak bom yang dilempar tetapi tidak bisa meledak,” pungkas Gus Faisal. (naskah dan foto : mokhamad tohir)