Kekayaan sumberdaya hayati yang dimiliki Indonesia adalah aset yang tak ternilai harganya. Sumber daya hayati tersebut tersedia dalam jumlah yang melimpah dengan potensi ekonomi yang besar.
Luas hutan Indonesia dan area produktif saat ini mencapai sekitar 200,5 juta ha. Adapun sumber daya yang potensial diantaranya bahan kayu, serat alam non kayu, tanaman perkebunan, getah dan hasil pertanian.
Sayangnya, masih rendahnya pemanfaatan iptek dan hasil inovasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan kehutanan menyebabkan masih kurang nilai tambah ekonomi untuk Bioproduk.
“Bioproduk adalah bahan atau material yang berasal dari sumberdaya hayati yang diproses dengan teknologi sehingga menjadi produk baru atau setengah jadi yang memiliki nilai tambah dan ekonomi,” jelas Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH), LIPI Enny Sudarmonowati.
Enny menjelaskan, Bioproduk dapat berupa biokonposit, biopestisida, bioetanol, biosurfaktan, perekat alam ramah lingkungan dan sediaan sumber pangan fungsional melalui rekayasa teknologi.
“Konsep pemanfaatan eko-teknologi yang menerapkan metode dan proses berbasis keberlanjutan dan ramah lingkungan merupakan tren perkembangan iptek dekade ini,” ujarnya.
Sementara itu terkait iLAB, Kepala Pusat Penelitian Biomaterial, Sulaeman Yusuf menjelaskan, puslit Biomaterial secara resmi telah ditetapkan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) Lignoselulosa pada 1 Januari 2017.
“Salah satu fokus kami menciptakan lapangan pekerjaan melalui pertanian, industri, pariwisata, dan jasa produktif lainnya dengan mengajukan iLAB. Konsep iLAB adalah menggabungkan konsep analisa dan karakterisisasi bahan baku hayati berikut dengan teknologi proses dan formulasinya dan dilengkapi dengan sistem pengujian terpadu, tersertifikasi mutu,” jelasnya.
Sulaeman menambahkan, kedepannya iLAB akan berfungsi sebagai laboratorium acuan dan rujukan pengembangan bioproduk Indonesia. Salah satu indikator pencapaian iLAB adalah peningkatan tingkat kesiapterapan teknologi (TKT) berbagai material bioproduk dari skala 3-5 menjadi 7-9.
“Dengan iLAB diharapkan mampu mendukung program pemerintah Indonesia dalam mengembangkan industri kreatif, membantu produk lokal untuk memenuhi standar mutu nasional dan internasional melalui penguatan inovasi, pengembangan produk dan memproteksi pasar domestik dari produk impor yang tidak memenuhi standar di Indonesia,” ujar Sulaeman.
Ia berharap, pembangunan iLAB dapat menjadi mitra strategis dengan pihak industri dan pemerintah daerah dengan pembuatan standar bioproduk ataupun pengembangan bioproduk yang diinginkan industri dan masyarakat.
“Pada akhirnya dengan adanya iLAB dapat menyeleraskan antara sains yang berperan menciptakan teknologi baru dan sebaliknya teknologi berperan menciptakan pengetahuan baru. Aspek tak bernilai (intangible value) dari pembangunan iLAB adalah pengembangan sumber daya manusia melalui pembimbingan penelitian mahasiswa dengan ketersediaan alat karakterisasi bioproduk yang lengkap, memadai dan tersertifikasi,” pungkasnya. (sp/rizki dwi pd | foto : istimewa)