Saat Surabaya dikepung pasukan sekutu dan diserang dari segala penjuru, Masjid Ampel tetap berdiri utuh. Beberapa bangunan di sekitarnya hancur terbakar, akibat ledakan bom dan senjata berat. Sejumlah pejuang rakyat yang hanya berbekal golok, bambu runcing, dan senjata rampasan, berlarian dan sempat bersembunyi di sana.
Cerita ini berkembang dari mulut ke mulut di kawasan Masjid Ampel. Meski sulit dibuktikan kebenarannya, karena banyak saksi yang kini sudah tiada, namun banyak yang percaya. Bahwa cuplikan sejarah ini memang pernah terjadi di sana.
Mereka yang percaya rata-rata meyakini, ada hal istimewa di Masjid Ampel yang tak tersentuh nalar. Salah satunya, kayu jati yang didatangkan khusus untuk membangun masjid, memiliki keistimewaan dibanding kayu biasa. Apalagi sosok Sunan Ampel, seperti ditulis di banyak cerita dan sejarah, memiliki banyak kemampuan yang tak biasa.
Apapun, Masjid Ampel yang berdiri megah di kawasan Surabaya Utara, memang menyimpan banyak kisah yang tetap menarik untuk disimak. Selain itu, juga sisi arsitektur, budaya masyarakat lokal, dan masih banyak lagi.
Masjid itu didirikan pada 1421 Masehi oleh Sunan Ampel. Saat itu, ia dibantu para sahabatnya, seperti Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, beserta para santrinya. Tanah yang digunakan untuk membangun masjid memiliki luas 120 x 180 meter persegi, merupakan tanah hadiah dari penguasa Majapahit kala itu.
Ini yang kemudian jadi alasan, mengapa ada sejarawan yang meyakini nama Ampel atau Ngampel, diambil dari kata ngampil yang berarti pinjaman. Namun dalam kajian yang berbeda, ampilan bisa bermakna hadiah. Kata pinjaman bermula dari kepercayaan yang menyebut, dulu, kawasan Ampel adalah rawa-rawa. Sehingga orang yang datang ke sini harus meminjam (ngampil, Bahasa Jawa) rakit atau perahu.
Masjid ini sudah beberapa kali mengalami proses renovasi. Namun keaslian bentuk bangunan masjid yang ditandai dengan 16 tiang utama ini tetap terjaga.
Mendekati masjid yang terletak di Jalan Ampel Suci atau Jalan Ampel Masjid ini, kita langsung bisa melihat menara setinggi 30 meter di dekat pintu masuk sisi selatan. Di kompleks masjid, terdapat pula sumur dan bedug kecil peninggalan Sang Pendiri, serta 16 tiang setinggi 17 meter, lengkap dengan ukiran kaligrafi bertuliskan Ayat Kursi, yang menyangga atap masjid seluas 800 meter persegi.
Uniknya, hiasan lambang Kerajaan Majapahit di bagian atas pintu yang mengelilingi Masjid Ampel juga terpampang indah. Tepat di belakang Masjid Ampel terdapat kompleks makam Sunan Ampel yang wafat pada 1481 Masehi. Makam ini berdekatan dengan makam para sahabat dan santrinya.
Tak kalah menariknya, di sekitar masjid, kita akan melihat Kampung Arab yang sebagian besar warganya berdarah Arab Yaman dan Cina. Sebuah sumber menyebut, mereka sudah menetap di sana secara turun temurun sejak ratusan tahun silam. Gelombang modernisasi yang datang tak menggoyahkan gaya hidup dan budaya mereka.
Di kawasan ini juga, kita bisa melihat koleksi produk khas yang dipajang di sisi kiri dan kanan jalan pasar. Seperti kerudung, songkok, sarung, tasbih, minyak wangi, dan tak ketinggalan makanan khas Timur Tengah seperti kurma, roti maryam, gulai, sate kambing, dan masih banyak lagi. Suasana Timur Tengah makin terasa saat alunan musik Gambus mengalun dari sejumlah lapak para pedagang.
foto : mamuk ismuntoro | indonesiaimages.net