Hampir 45 menit lagi saat berbuka. Tapi Jalan Panggung, Kecamatan Pabean Cantikan, Kota Surabaya, di sisi terdekat dengan Pasar Ikan Pabean, masih ramai dipadati pedagang dan pembeli. Sementara kuli panggul sudah menepi, mungkin bersiap untuk berbuka. Maklum, menghilangkan bau amis ikan kadang butuh waktu lebih panjang.
Di salah satu sudut, pedagang masih sibuk melayani pembeli. Usai memilih dan berstrategi dengan jurus menawar, transaksi pun terjadi. Lembar limapuluh ribuan berpindah ke tangan pedagang. Potret sederhana di salah satu pasar paling legendaris di ibu kota Provinsi Jawa Timur ini.
Tak jauh dari tempat ini, jalan malah semakin sepi. Bangunan di kota tua Surabaya yang kini dicat warna-warni nampak lengang. Hanya tukang becak yang mengayuh malas, dan kendaraan roda empat yang tiba-tiba melintas.
Jalan Panggung dulu dikenal sebagai kawasan kusam, tidak terawat, dan selalu nampak kumuh. Lalu revitalisasi yang digagas Pemerintah Kota Surabaya, memberi warna tersendiri bagi tempat yang sekarang berkembang jadi kawasan wisata alternatif ini.
Sebuah catatan menyebut, jalanan yang berletak di tengah kawasan Ampel dan Kembang Jepun ini dulunya dikenal sebagai Kampung Melayu. Kampung ini memiliki sejarah yang cukup panjang, mulai dari masa sebelum pendudukan Pemerintah Kolonial Belanda, hingga kini.
Nama ‘panggung’ diambil dari ciri bangunan atau rumah Melayu di masa lalu, yakni rumah panggung. Hingga kini rumah dengan gaya seperti ini juga masih bisa ditemui. (hendro d. laksono | foto : tiara aydin sava)