Inilah ikon Kota Surabaya, Monumen Tugu Pahlawan. Berlokasi persis berhadapan dengan Kantor Gubernur Jawa Timur, Jl Pahlawan, patung berbentuk paku terbalik ini memiliki tinggi 40,5 meter dan berdiri di area seluas 2,5 hektar.
Monumen ini didirikan 10 Nopember 1951, dan diresmikan tepat satu tahun kemudian oleh Presiden Pertama RI Ir Soekarno. Monumen ini dibangun untuk mengenang sejarah perjuangan para pahlawan kemerdekaan bangsa Indonesia dalam pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya.
Area monumen Tugu Pahlawan ini dahulunya merupakan bekas kantor Raad Van Justitie atau Gedung Pengadilan Tinggi di masa pemerintahan Belanda. Saat Jepang menguasai Indonesia, area monumen ini pernah dijadikan markas Ken Pe Tai atau polisi militer Jepang. Namun dalam pertempuran 10 Nopember 1945, bangunan tersebut hancur.
Dipilihnya lokasi ini sebagai tempat berdirinya Monumen Perjuangan, dianggap sangat tepat. Karena di tempat inilah pertempuran yang paling dahsyat terjadi. Di sini pula Arek-arek Suroboyo berhasil melucuti senjata tentara Jepang, yang dekat viaduct, tempat pertahanan terkuat dalam menghadapi sekutu.
Pintu gerbang menuju area monumen dibangun menyerupai Candi Bentar yang kemudian disebut Gerbang Bentar. Gerbang ini memiliki ketinggian 4,5 meter dan bentangan lebar 1,7 meter, berada di sisi sebelah selatan areal monumen yang sekaligus sebagai area pintu masuk dan keluar.
Memasuki kawasan Tugu Pahlawan, mulai dari tempat parkir kendaraan hingga pintu masuk, kita bisa melihat delapan relief yang menggambarkan perkembangan kota Surabaya. Dimulai dari relief yang mengkisahkan pendaratan tentara Tar-Tar di Hujung Galuh, ada yang menyebut Ukung Galuh, kemudian relief kesibukan dan perkembangan di muara Kali Mas sebagai cikal bakal kota Surabaya.
Di sisi lain nampak pula relief kedatangan Belanda dan Jepang serta aksi perlawanan rakyat Surabaya, hingga relief yang menggambarkan kondisi kota Surabaya di masa sekarang.
Memasuki pintu masuk monumen, kita langsung disambut patung proklamator, Soekarno-Hatta, yang berdiri kokoh dengan background puing-puing pilar gedung Ken Pe Tai. Di sisi lain kita juga bisa melihat hamparan rumput hijau yang cukup terawat, termasuk pepohonan di sepanjang jalan kecil yang mengitari area monumen.
Monumen Tugu Pahlawan berdiri tepat ditengah. Di tepi taman ini terdapat enam patung tokoh terkenal Surabaya yang dibuat dari kuningan. Masing-masing Gubernur Suryo, Walikota Doel Arnowo, Bung Tomo, HR Mohammad, Mayjen Sungkono, dan Residen Soedirman. Selain itu juga terdapat beberapa senjata berat yang digunakan dalam pertempuran 945.
Usai mengitari taman monumen, kita bisa mengunjungi Museum Perjuangan 10 Nopember. Di tempat ini terdapat koleksi benda-benda bersejarah termasuk film dokumenter pertempuran 10 Nopember 1945.
Ruangan museum terdiri dari bangunan masuk, ruang pamer utama, ruang perpustakaan, auditorium, dan ruang diorama. Museum yang dibangun pada 1998 dan diresmikan pada tahun 2000 ini dibangun untuk mendukung keberadaan Tugu Pahlawan dan untuk melengkapi fasilitas sejarahnya. Untuk menuju museum kita harus melalui lorong, bisa menggunakan tangga biasa, elevator, atau lift.
Museum yang dibangun dengan bentuk arsitektur piramida ini terbagi dua lantai dengan interior yang megah. Di dalamnya tersimpan berbagai koleksi bersejarah, mulai dari peta invasi tentara Tar-Tar ke Hujung Galuh (nama Surabaya ketika masa Kerajaan Singosari, red), peta serangan balik Raden Wijaya mengusir tentara Tar-Tar, peta ekspedis Cina ke Hujung Galuh, hingga berbagai jenis senjata yang digunakan pada pertempuran 1945.
Museum ini juga menyimpan radio milik Bung Tomo, dan bendera laskar-laskar pejuang yang ada di Surabaya ketika perang kemerdekaan seperti, bendera Bataljon Oentoeng Soeropati, bendera Bataljon Wiropati, dan Bendera Pemberontakan Poesat Djawa-Timoer.
Bangunan museum ini dibangun dalam dua sisi. Satu sisi dibangun tujuh meter di bawah permukaan area, sisi lainnya dibangun sepuluh meter di atas permukaan dengan maksud keberadaan bangunan museum tidak mendominasi keberadaan Tugu Pahlawan.
Di lantai pertama museum terdapat patung sosiodrama yang menggambarkan suasana ketika arek-arek Surabaya mendengarkan siaran radio yang menyiarkan pidato Bung Tomo. Patung yang mirip dengan manusia hidup ini seakan membawa kita pada situasi sebenarnya. Juga terdapat Hall of Fame, yaitu gugus patung yang menggambarkan figur para pejuang yang tegak, bertahan dan gugur untuk mencapai kemerdekaan.
Selain itu juga disediakan ruang Auditorium Visual untuk menyaksikan film dokumenter tentang pertempuran 10 Nopember 1945 berdurasi 25 menit. Selain ruang Audio Visual di lantai pertama juga disediakan ruang Diorama Elektronik. Dalam Diorama Elektronik ini disajikan film dokumenter tentang pertempuran Surabaya 10 Nopember 1945 disertai dengan peta maket Surabaya tahun 1945, lengkap dengan sistem pencahayaan dan detektor asap sesuai dengan arah dan lokasi kejadian atau serangan.
Di lantai dua, terdapat koleksi persenjataan yang digunakan dalam pertempuran 10 Nopember 1945, baik yang digunakan oleh pejuang-pejuang Indonesia, tentara Jepang maupun oleh tentara Sekutu. Seperti senapan mesin Browning model 1924 kaliber 12,7 mm, Mortir PSM Kaliber 80 mm, senapan mesin Japan Brend kaliber 6,5 mm, Mortir PSM kaliber 80, pistol Mitraliur STEN MK II kaliber 9 mm, hingga Bayonet Karaben Jepang Arisaka.
Senjata-senjata tersebut merupakan hasil rampasan dari tentara Jepang. Sedang senjata yang digunakan oleh sekutu seperti, senapan Karaban Mauser kaliber 7,92mm, senapan SLR Belgia kaliber MK IV 303, 7,7mm, senapan Johson kaliber 7,7 mm, pistol US M 19 m A1 kaliber 45 mm, pistol colt kaliber 8 mm, dan masih banyak lagi.
Di lantai ini juga disimpan radio peninggalan Bung Tomo, radio yang berbentuk kotak besar tersebut sudah dalam kondisi rusak. Juga menyimpan bendera laskar-laskar pejuang dan ada juga ruang Diorama Statis. Ruang Diorama Statis ada dua ruang yang berada di samping kiri dan kanan lantai dua. Diorama ini menggambarkan beberapa peristiwa sejarah.
Mulai dari ekspedisi ke Pulau Nyamukan (14 Oktober 1945), pertempuran tiga hari (27,28,29 Oktober 45), perundingan Soekerno-Hawthorn (30 Oktober 45) dan penolakan arek-arek Surabaya terhadap ultimatum Sekutu.
Di ruang satunya terdapat diorama yang menggambarkan pembentukan TNI daerah Surabaya di Gedung Nasional Jl. Bubutan (25-27 Agustu 45), pembentukan BKR dan laskar-laskar perjuangan (4 September 45), insiden bendera Hotel Yamato, (19 September 45), dan penyerbuan markas Ken Pe Tai (1 Oktober 45).
Selain itu juga terdapat ruang Auditorium yang difungsikan untuk mengadakan pemutaran film-film penerangan dan ceramah-ceramah tentang peristiwa sejarah perjuangan. (rizky dwi putra | foto : yani)