Siak (indonesiaimages.net) – Dua bangunan bersejarah peninggalan kolonial Belanda di Kabupaten Siak, yakni Gedung Landraad dan Gedung Controleur, kini kembali bernyawa berkat program revitalisasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak sejak 2018.
Kedua bangunan yang berlokasi di kawasan Kampung Benteng Hilir, Kecamatan Mempura, ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional dan masuk dalam zonasi kota pusaka Siak Sri Indrapura.
Bangunan Landraad, sesuai namanya dalam Bahasa Belanda, berfungsi sebagai kantor Dewan Tanah pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Adapun gedung Controleur adalah rumah dinas pejabat pengawas pemerintah kolonial. Kedua bangunan ini menyimpan jejak sejarah penting, tidak hanya terkait dengan administrasi Belanda, tetapi juga dengan masa transisi kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurut arsip cetak biru yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), pembangunan Gedung Controleur disetujui pada 1930 dan mulai dibangun tahun 1937.
Bangunan ini memiliki luas 168 meter persegi, berdinding bata setebal 20 cm, atap genteng tanah, serta lima ruang utama dengan ornamen pintu dan jendela khas arsitektur kolonial.
Sementara itu, Rumah Landraad memiliki luas 102 meter persegi dengan dinding batu lepa dan lantai tegel Belanda berukuran 20 x 20 cm yang memiliki empat motif berbeda.
Arsitektur kedua bangunan ini merepresentasikan gaya kolonial Belanda yang kuat. Mulai dari struktur dinding, bentuk atap, hingga penggunaan lantai tegel bermotif klasik. Lorong penghubung menuju dapur di bagian belakang menjadi elemen khas rumah-rumah dinas era kolonial.
Jejak kolonial tersebut tak hanya terbatas pada fisik bangunan. Sejarah mencatat bahwa pada masa agresi militer Belanda II (1946–1950), kedua bangunan tersebut sempat difungsikan sebagai rumah dinas bagi komandan TNI dan TKR yang berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Selepas Konferensi Meja Bundar, bangunan-bangunan ini kemudian beralih fungsi menjadi perkantoran Pemerintah Republik Indonesia.
Pemkab Siak menegaskan bahwa revitalisasi ini adalah bagian dari pelestarian sejarah, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Fokus revitalisasi bukan hanya pada perbaikan fisik bangunan, tetapi juga pada penataan kembali fungsi ruang, pelestarian nilai budaya, serta penguatan informasi sejarah sebagai edukasi generasi mendatang.
Sumber di Pemkab Siak menyebutkan, revitalisasi gedung cagar budaya ini penting untuk memunculkan kembali potensinya. Ini bukan hanya tentang bangunan tua, tetapi tentang warisan identitas bangsa yang tak ternilai.
Bangunan Landraad dan Controleur kini menjadi bagian dari narasi sejarah yang memperlihatkan adanya kontrol Belanda di balik sistem otonomi Kesultanan Siak pada masa lampau.
Pajak (belasting) dinaikkan, pejabat lokal diangkat menjadi aparatur Belanda, dan semua keputusan penting kesultanan harus melalui persetujuan otoritas kolonial.
Revitalisasi ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat dan wisatawan untuk lebih mengenal sejarah lokal dan memperkuat identitas budaya Kabupaten Siak sebagai kota pusaka yang menyimpan jejak masa lampau yang penuh nilai dan pelajaran. (tia)