Selamat malam penonton sekalian,
Ludruk Irama Budaya pimpinan pak Deden,
kembali akan menghibur anda,
Terima kasih atas kedatangannya malam ini…
Musik gamelan pun dimainkan menyusul salam pembuka dari pembawa acara pagelaran rutin Ludruk Irama Budaya, di Kompleks Taman Hiburan Rakyat, Surabaya.
Seperti biasa, tiap Sabtu malam, kelompok Ludruk Irama Budaya menggelar pertunjukkannya. Kali ini pertunjukkan molor satu jam lebih. Para pemain ludruk masih merias diri meski waktu pertunjukkan pada pukul 21.00 WiB harusnya telah dimulai. Untuk mengisi waktu, Kasiati, salah satu pemain, menyambar mic dan melantunkan kidungan dari balik layar panggung yang masih tertutup.
Malam itu, Sabtu (12/11/2016) kelompok Ludruk Irama Budaya tengah merayakan hari jadinya yang ke 29. Tak ada resepsi khusus, kecuali syukuran dengan nasi kuning beberapa jam sebelum pertunjukkan. “Usia 29 bagi Irama Budaya ibarat seseorang yang cukup dewasa, matang dalam berperilaku dan bertindak,” kata pemain lawak.
“Tapi kita masih seperti ini, penghasilan tak berubah, tetap sedikit dari dulu,” kelakar pelawak lainnya. Sebagian penonton melepas tawa, sebagian lagi masih sibuk dengan gawai androidnya, selebihnya tertidur pulas di kursi penonton.
Anggota ludruk, mulai pemain gamelan, penari remo, penata lampu dan tata suara serta pemain lakon ludruk memang tak akan mendapat materi lebih dari bermain ludruk. Penghasilan per pertunjukkan tak lebih dari Rp 15 ribu per orang. Harga karcis masuk Rp 10 ribu tak bisa diharapkan, karena di setiap pertunjukkan, penonton kerap sepi.
Jaman memang telah merubah segalanya, termasuk minat penonton kesenian tradisional ini. Namun pertemuan tiap Sabtu malam adalah harga yang tak bisa terbayar, saat setiap anggota ludruk bertemu, berdialog dan berkesenian di panggung yang sama. Panggung yang tak banyak memberi materi, kecuali sebagai tempat untuk meneruskan kegemaran bermain gamelan, menari, menyanyi dan berseni peran.
naskah dan foto : mamuk ismuntoro
FOTO SELENGKAPNYA KLIK GALLERY