Surabaya (indonesiaimages.net) – Jokhanan Kristiyono, pakar komunikasi politik dari Stikosa AWS, menyorot fenomena politisi yang sibuk memoles citra menjelang akhir masa jabatan mereka.
Ditemui di kampus Stikosa AWS, Jokhanan menyebutkan bahwa meskipun pemolesan citra adalah hal yang sah dalam politik, penting bagi politisi untuk tidak mengorbankan masyarakat yang bisa merasa bingung dengan upaya tersebut.
“Penciptaan narasi positif oleh politisi adalah hal yang wajar. Politisi sering kali berusaha mempertahankan atau memperbaiki citra mereka untuk menghindari kritik, memperkuat basis dukungan, dan menarik simpati pemilih baru,” jelasnya.
Ini, lanjut dia, juga dilakukan untuk membangun legasi sebagai pemimpin yang berhasil. Selain itu, citra positif bisa membantu mereka dalam pemilihan berikutnya atau membuka peluang karier di sektor swasta setelah pensiun dari politik.
Namun, Jokhanan juga mengingatkan bahwa ketika reputasi seorang politisi menurun dan mereka bekerja keras memoles citra, masyarakat bisa menjadi korban kebingungan.
“Mereka mungkin sulit membedakan antara narasi yang manipulatif dan narasi yang benar,” ingatnya.
Oleh karena itu, Jokhanan menekankan pentingnya literasi media dan menganalisis secara kritis klaim yang disampaikan oleh politisi.
Masyarakat disarankan untuk memeriksa data, memperhatikan reaksi publik, dan melihat jejak rekam politisi untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dan akurat.
“Konsistensi antara kata dan tindakan seorang politisi harus selalu diperhatikan, dan penting bagi masyarakat untuk tidak hanya mengandalkan satu sumber informasi, melainkan mengeksplorasi berbagai media untuk menilai keaslian upaya pemolesan citra tersebut,” tutupnya.