Siang di tengah Kota Surabaya, Jawa Timur, anak-anak sekolah berkerumun di seberang Gedung Grahadi. Tawa mereka lepas, meski keringat di kening jatuh satu-satu. Maklum, libur telah tiba. Dan hari itu adalah ujian terakhir yang harus mereka jalani.
Sebagian dari mereka ada yang berjalan ke arah kedai. Berjalan lincah, tak perduli pada sebuah arca yang berdiri tak jauh dari mereka.
Inilah potret sehari-hari Arca Joko Dolog. Arca yang diletakkan di tengah kompleks khusus, di Jalan Taman Apsari, Surabaya. Tiga pohon beringin yang berdiri megah membuat suasana di tempat ini relatif selalu sejuk. Di sisi depan, nampak gapura pintu masuk.
Oleh pemerintah kota, Arca Joko Dolog dimasukkan dalam daftar cagar budaya kategori monumen yang dilindungi. Meski demikian, tempat ini terbuka untuk umum. Sumber ditempat ini mengatakan, Arca Joko Dolog bisa dikunjungi setiap hari dari pagi hingga sore.
Mereka yang datang ke tempat ini kebanyakan untuk melakukan ibadah. Katanya, banyak yang datang khusus untuk menghaturkan sebuah permohonan. Untuk perawatan, pemkot memasrahkan pada dua juru kunci yang menjaga peninggalan tua tersebut, Arief dan Handoko.
Masuk ke dalam, kita akan disambut dengan arca- arca kecil yang tertata rapi dan menghiasi sekitar Arca Joko Dolog. Arca-arca ini berasal dari pemberian balai purbakala di Trowulan, Mojokerto dan ada yang berasal dari Surabaya. Koleksi arca yang menghiasi sekitar arca Joko Dolog, seperti arca Ganesha, Brahmana, Wisnu, arca dayang-dayang, dan arca singa.
Arca Raja
Arca Joko Dolog merupakan perwujudan dari Prabu Kertanegara, Raja Singasari yang mulai memerintah sejak 1176 Saka atau 1254 Masehi. Namun bentuk menyerupai sosok Budha yang sedang bersila. Pada bagian alas duduk terdapat Prasasti Wurare yang ditulis dalam bahasa Sansekerta.
Arca ini dibuat sebagai penghormatan terhadap Raja Singasari yang memiliki sikap bijaksana, dan dikenal mempunyai ilmu pengetahuan dalam bidang hukum, dharma, dan sastra. Ia pernah berniat untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan di Nusantara melalui ekspedisi Pamalayu. Katanya, upaya ini dilakukan untuk membendung pengaruh Kerajaan Mongol di kawasan Asia Tenggara.
Arca diwujudkan dalam bentuk wajah yang teduh dan tangan yang membentuk sikap Bhumisparsamudra. Telapak tangan kiri tertutup seolah ingin menyentuh bumi. Beberapa sumber menyebut, arca ini dulu diletakkan di makam Kertanegara yang kini dikenal dengan nama Candi Singosari. Sampai suatu saat, tiba-tiba hilang entah kemana.
Arca Joko Dolog baru ditemukan lagi pada 1812 di Desa Kandang Gajah, Mojokerto. Penemuan dilakukan secara tidak sengaja oleh para warga saat menggali batu bata. Oleh warga, arca diberi nama Jogo Dolog, karena saat ditemukan arca dalam posisi dilindungi oleh batang pohon log.
Pada zaman itu, Belanda sempat ingin membawanya ke Belanda. Kemudian dibawalah arca tersebut ke Surabaya, untuk kemudian diangkut ke Belanda. Anehnya, aaat akan berangkat ke Belanda, kapal tidak bisa melaju. Setelah dicari apa penyebabnya, beberapa orang yang ikut dalam ekspedisi ini mengingatkan, arca itu tidak mau meninggalkan tanah Jawa.
Arca kemudian diletakan di tepi sungai di belakang Gedung Grahadi. Pada tahun 1817, arca dipindahkan ke tempat yang sekarang. (vincentio rahadi putra, dimas raditya)