Sesekali, mampirlah ke Monumen Pers Nasional yang terletak di Jl Gajah Mada 59, Solo, Jawa Tengah. Sembari menikmati salah satu cagar budaya Indonesia, Anda juga bisa melihat dari dekat peninggalan sejarah pers kita, dari masa ke masa.
Begitu melangkahkan kaki di bangunan utama, pengunjung akan disambut patung-patung tokoh pers Indonesia yang berjajar rapi. Mereka, Soetopo Wonobojo, R. Bakrie Soeraatmadja, Dr. Abdul Rivai, Dr. Danudirdja Setiabudhi, dan R.M. Bintarti, dikenal sebagai tokoh-tokoh penting yang memberi kontribusi istimewa pada perkembangan pers tanah air.
Sebut saja nama Soetopo Wonobojo, yang dikenal sebagai pemimpin Harian Boedi Oetomo edisi Bahasa Belanda di Yogyakarta. Lalu Bakrie Soeraatmadja yang pernah memimpin Sipatahoenan, sebuah surat kabar berbahasa Sunda. Tokoh lain, Dr. Abdul Rivai dikenal lewat artikel perjalanannya di Eropa dan Amerika yang dimuat di suratkabar Indonesia. Artikel ini dinilai memberi pemahaman politik yang berpengaruh kuat pada masanya.
Nama Danudirdja Setiabudhi atau Douwes Deker, seperti banyak ditulis di buku-buku sejarah, dikenal karena kiprahnya bersama Dr. Cipto Mangunkusumo dan R Soewardi Soerjaningrat mendirikan Indische Partij pada 1912. Dan RM Bintarti, pernah menerbitkan Kemadjoean Hindia dan pernah aktif di Sin Po, hingga Pewarta Surabaja.
Bangunan Monumen Pers Nasional berdiri pada tahun 1918 atas inisiatif Mangkunegara VII, Pangeran Surakarta. Lalu pada 9 Februari 1956, dalam acara peringatan 10 tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Rosihan Anwar dan BM Diah mengusulkan perlunya mendirikan yayasan khusus untuk mengelola dan merawat bangunan ini.
Usulan ini disambut positif. Pada 22 Mei 1956, yayasan resmi berdiri. Selanjutnya yayasan mulai bekerja menyiapkan program, termasuk menyiapkan isi museum. Sebagian besar koleksi dalam museum bersumber dari sumbangan Soedarjo Tjokrosisworo.
Soedarjo merupakan salah satu pendiri Persatoean Djoernalis Indonesia (PERDI) tahun 1933, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tahun 1946. Sebelumnya pernah bekerja di Majalah Adil Polomarto, majalah bulanan berbahasa Jawa.
Setelah melewati proses panjang, salah satunya penambahan beberapa bangunan baru, museum resmi dibuka pada 9 Februari 1978.
FOTO SELENGKAPNYA KLIK GALLERY