Gedung ini berdiri megah di kawasan Jalan Merak, Surabaya. Selain fungsinya sebagai basis aktifitas PT Perkebunan Nusantara XI atau PTPN XI (Persero), ia juga menjadi saksi bisu sejarah Surabaya, bahkan Indonesia.
Pembangunan gedung ini dimulai pada tahun 1911. Pembangunannya menggunakan model simetris antara sayap kiri dan kanan. Sepuluh tahun kemudian, pembangunan gedung yang rancang bangunannya menggunakan biro arsitek Batavia, Hulswit, Fermont & Ed. Cuypers, berhasil dirampungkan. Meski demikian, gedung ini baru diresmikan sebagai pusat aktifitas HVA (Haandels Vereeniging Amsterdam) Comidies Straat pada 18 April 1924.
HVA adalah Asosiasi Pedagang Amsterdam yang berdiri di Belanda pada tahun 1879. Saat itu, HVA bergerak di bidang impor hasil pertanian. Indonesia, kebetulan dikenal sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam pertanian dan perkebunan yang mendukung usaha mereka.
Produk andalan HVA saat itu adalah gula. Di tangan mereka, lebih dari 160 pabrik gula berdiri sebagai pendukung produksi. Hasilnya, HVA mampu memproduksi delapan juta ton gula per tahun. Sumber eastjavatraveler.com menyebutkan, pada tahun 1930-an, Belanda dikenal sebagai penyupai gula nomor dua dunia.
Memasuki akhir September Oktober 1945, gedung Haandels Vereeniging Amsterdam berubah fungsi menjadi Markas Angkatan Darat Jepang di Jawa Timur. Waktu itu, gedung ini juga difungsikan sebagai tempat penyimpanan senjata tentara Jepang. Setelah kalah perang, langsung difungsikan sebagai markas BKR Jawa Timur pimpinan Dr Mustopo.
Tahun 1950-an, pemerintah berdaulat NKRI melakukan nasionalisasi terhadap beberapa gedung peninggalan penjajah dan pengusaha luar negeri. Gedung ini juga mengalami hal yang sama. Ia dinasionalisasi pada tahun 1958, lalu digunakan sebagai pusat kegiatan Perusahan Perkebunan Negara (PPN), yang kemudian berubah nama jadi PTPN.
naskah : hendro d. laksono
foto : dok kemenpar