Di balik gedung-gedung megahnya, Surabaya menyimpan kawasan perkampungan yang berlimpah. Meski jumlahnya terus digerus dan bergerak ke tepi, kawasan padat ini justru menyimpan banyak aset berharga.
Itu sebabnya, mengiringi program pengembangan wisata kota, imaji kampung besar Surabaya terus terjaga. Seperti Kampung Ndresmo, yang dikenal sebagai kawasan pesantren tua Surabaya. Kampung Eropa di kawasan Darmo, kampung kue, kampung lontong, dan masih banyak lagi.
Bagi peminat jalan-jalan, kampung besar Surabaya tak berhenti di identitas populis. “Saya suka blusukan ke kampung-kampung. Memotret, nongkrong di warung kopi, bahkan berinteraksi dengan warga,” jelas Sony Setyawan, traveler asal Jakarta.
Sejak akhir Desember 2017 lalu, ia bersama tiga kawannya menuntaskan project menjelajah kampung-kampung Surabaya. “Orang Surabaya asyik. Kelihatan keras, tapi terbuka dan baik. Mereka bisa menerima kami,” katanya.
Pada indonesiaimages, Sony dan kawan-kawan memperoleh banyak catatan. Termasuk geliat ekonomi makro yang tumbuh dinamis di kampung-kampung Surabaya. Mulai dari usaha kost, tempat makan, toko kelontong, hingga lahan parkir.
Alumnus Universitas Indonesia yang kini aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi di Jakarta ini mengaku, potensi pengembangan wisata kampung Surabaya terbuka cukup lebar. “Hanya saja, pemkot tak perlu ngotot melakukan pengkondisian wajah kampung. Biarkan apa adanya,” kata Sony.
Ia cukup menyayangkan aksi poles kampung yang ada di beberapa tempat. Seperti pembangunan lahan bermain, bahkan penyeragaman dinding atau lorong kampung. “Warga rata-rat tidak keberatan ada pengunjung datang. Mereka biasa saja. Dan gaya natural ini melengkapi identitas kampung kota,” tukasnya.
naskah dan foto : hendro d. laksono