Lewat Kementerian Perindustrian, pemerintah terus memacu pengembangan industri furnitur, karena sebagai sektor padat karya berorientasi ekspor. Langkah strategis yang akan dijalankan adalah menyiapkan Cirebon untuk menjadi salah satu pusat penyediaan rotan sebagai bahan baku produksi mebel dan kerajinan nasional.
“Cirebon memiliki banyak industri mebel dan kerajinan yang sangat potensial. Agar terintegrasi dengan kebutuhan bahan bakunya, perlu dijadikan pusat stockpile rotan sehingga antara petani dan pengusaha bisa saling menguntungkan,” kata Dirjen Industri Agro Panggah Susanto ketika menghadiri Cirebon International Furniture Expo (Cifex) 2017, akhir pekan lalu.
Menurut Panggah, industri furnitur harus menjadi sektor kebanggaan nasional karena memiliki kekuatan untuk kompetitif di tingkat global. Apalagi, mayoritas atau hampir 85 persen bahan bakunya seperti rotan dipasok dari dalam negeri. “Oleh karena itu, agar industri ini maju, tidak perlu melakukan ekspor bahan baku. Kami fokus untuk meningkatkan nilai tambahnya melalui program hilirisasi,” tuturnya.
Kemenperin mencatat, penyerapan tenaga kerja di industri furnitur nasional sebanyak 101.346 orang pada tahun 2016 dan diproyeksi akan mencapai 202.692 orang tahun 2018. Sementara itu, nilai ekspor furnitur nasional sebesar USD1,7 miliar dan dalam dua tahun ke depan ditargetkan mencapai USD5 miliar. Tujuan utama ekspor furnitur Indonesia adalah pasar Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat.
Panggah meyakini, pengembangan pusat penyediaan bahan baku rotan tersebut akan menarik minat investasi bagi para pelaku industri, terutama dari luar negeri seperti China. “Dengan adanya larangan ekspor bahan baku rotan kita ke luar negeri, kawasan industri yang ada di China akan direlokasi ke Kabupaten Cirebon,” ungkapnya.
Lebih lanjut, selain akan menambah kapasitas produksi mebel rotan dari Indonesia, relokasi juga dapat membuka lapangan kerja di dalam negeri. “Terkait rencana itu, kami akan mengunjungi China bersama Bapak Bupati. Di sana, kami akan melihat dan berbicara langsung dengan pengusaha rotan di China terkait rencana relokasi,” tuturnya.
Panggah menambahkan, pihaknya juga tengah menyiapkan pembentukan sentra bahan baku rotan lainnya di wilayah timur Indonesia. “Kami sempat bertemu dengan Walikota Palu untuk membicarakan gagasan yang sama di sana,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menekankan kepada pelaku industri mebel dan kerajinan nasional agar terus kreatif dan berinovasi sehingga bisa meningkatkan nilai tambah produk dan memenuhi selera pasar saat ini. “Tahun 2017, kami menargetkan nilai ekspor bisa mencapai USD2 miliar,” ujarnya.
Bahkan, Kemenperin telah memfasilitasi pembangunan Politeknik Industri Furniture dan Pengolahan Kayu di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah. Selain untuk menyelenggarakan pendidikan vokasi yang bertujuan menghasilkan para lulusan berkompetensi dan siap kerja, politeknik ini juga dirancang menjadi pusat inovasi teknologi dan pengembangan produk industri furnitur dan pengolahan kayu di dalam negeri.
Sementara itu, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) melansir 10 strategi untuk meningkatkan daya saing industri mebel dan kerajinan Indonesia di pasar global. “Industri mebel dan kerajinan nasional mempunyai peran penting dan sangat strategis, khususnya terhadap penyerapan tenaga kerja dan pencetak devisa negara. Untuk itu, daya saing perlu ditingkatkan terus,” kata Wakil Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur melalui keterangan tertulis.
Adapun ke-10 strategi tersebut, yakni pengembangan desain dan inovasi, peremajaan alat dan teknologi produksi, pengembangan klaster industri modern, pelatihan peningkatan kompetensi SDM, serta promosi dan pameran. Selanjutnya, pengurangan tarif pajak, penegakan hukum, penurunan suku bunga, kecukupan suplai bahan dan insentif untuk bahan pendukung. (sp/dodo is/foto : istimewa)