Akhir Agustus lalu, Badan POM menginisiasi pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) mengenai Undang-Undang Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). FGD ini dipimpin Kepala Badan POM, dihadiri Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Barang dari Kayu, dan Furnitur Ditjen IKM Kementerian Perindustrian, dan Hendri Saparini, peneliti ekonomi.
Dalam forum ini hadir pula perwakilan pelaku usaha bidang obat dan makanan seperti GP Farmasi, International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), GP Jamu, PERKOSMI, GAPMMI, Ombudsman, serta perwakilan instansi terkait lainnya. Masing-masing Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan LP POM MUI.
Dalam rilisnya Badan POM menyebutkan, FGD ini diadakan untuk merangkum persiapan implementasi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). UU ini telah ditetapkan sebagai landasan untuk menjamin kepastian hukum pengaturan kehalalan suatu produk.
Penyelenggaraan JPH diharapkan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat serta meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.
Perdagangan di dunia menunjukkan trend peningkatan suplai dan demand produk halal. Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam serta jumlah masyarakat muslim, memiliki potensi yang besar untuk berperan dalam perdagangan produk halal. Menghadapi pemberlakuan UU JPH tersebut pada tahun 2019, perlu sinergisme kesiapan implementasi dan penyelenggaraan JPH oleh semua pihak, antara lain Pemerintah dan seluruh perangkatnya, pelaku usaha, serta masyarakat.
Badan POM sebagai lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan Obat dan Makanan juga ikut terlibat dalam pelaksanaan UU JPH. Peran Badan POM dalam pengawasan produk berlabel halal bekerjasama dengan Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam hal ini bertanggung jawab memastikan pemenuhan aspek thoyyib melalui kegiatan evaluasi terhadap keamanan, manfaat, dan mutu produk sebelum beredar (pre-market evaluation) dan pengawasan selama produk di peredaran (post-market vigilance).
Kerjasama Badan POM telah dimulai sejak 21 Juni 1996 dengan ditandatangani Piagam Kerjasama antara Departemen Kesehatan, Departemen Agama, dan MUI tentang Pelaksanaan Pencantuman Label Halal pada Makanan, yang menyepakati bahwa suatu produk makanan dan minuman yang beredar dapat dinyatakan halal atas dasar Fatwa dari MUI setelah melalui serangkaian pemeriksaan (audit) di lokasi produsen dan pengujian laboratorium secara berkala. Kerjasama diperkuat dengan Nota Kesepahaman tahun 2013 antara Badan POM dengan MUI tentang Kerjasama Pencantuman Keterangan Halal pada Label Pangan Olahan.
FGD mencatat beberapa poin penting untuk ditindaklanjuti berbagai pihak terkait, antara lain penyusunan strategi dan kebijakan pemerintah serta peta jalan dan langkah-langkah terintegrasi untuk memfasilitasi industri dan masyarakat dalam membangun ekosistem bisnis halal di Indonesia. FGD merekomendasikan perlu dilakukan diskusi lebih detil sehingga implementasi dan penyelenggaran JPH berjalan dengan baik. (sp)