Pasar Seni Lukis Indonesia (PSLI) makin mempesona. Di perhelatan yang ke sembilan, PSLI makin kaya dengan teknik dan aliran lukisan. Tak hanya itu, di kelompok usia dan asal pelukis, PSLI juga makin beragam. “Selain dari Jawa Timur, pelukis yang bergabung di PSLI juga datang dari Yogtakarta, Banten, Jakarta, Bali, bahkan Kalimantan,” jelas M. Anis, penggagas sekaligus Ketua Sanggar Merah Putih, penyelenggara PSLI.
Di PSLI 2016, kata Anis, tak ada istilah perupa senior dan junior. “Semu berkumpul dan unjuk karya di sini,” tegasnya.
PSLI 2016 digelar di JX Internasional, Surabaya, 7-16 Oktober 2016. Anis mengatakan, tahun ini, pelukis yang bergabung mencapai 210 orang. Sementara jumlah booth yang digunakan sejumlah 146 stan. “Jika ditotal jumlah lukisan yang didisplay mencapai 6500-an karya,” kata pria yang pernah aktif sebagai jurnalis ini.
Proses registrasi dibuka sejak awal Mei 2016 lalu. Setiap booth disewakan dengan harga Rp 1,9 juta. “Kami dari panitia PSLI tidak melakukan kuratorial secara khusus. Tapi bisa dilihat, karya-karya yang ada sangat bagus. Bahkan dari perupa muda, karyanya layak diperhitungkan,” jelas Anis lagi.
PSLI tahun ini dimeriahkan beberapa acara khusus. Diantaranya workshop seni lukis, melukis on the sport di PT PAL, lomba lukis bertema Gus Ipul, melukis model, dan masih banyak lagi.
Meski kondisi ekonomi saat ini tidak terlalu kondusif, Anis optimis, lukisan yang terjual di PSLI bisa mencapai Rp 2 miliar. “Tahun lalu kami targetkan Rp 1 miliar dan berhasil. Tahun ini kami yakin bisa tembus Rp 2 miliar. Ya, kami sadar, kondisi ekonomi memang buruk. Tapi nyatanya di hari pertama terjual sembilan lukisan. Hari berikutnya terjual 13,” papar Anis.
Pasar Nasional
PSLI yang kini mencapai gelaran ke sembilan tentu layak dipuji. Jelas bukan persoalan mudah, untuk membuat acara berkelas nasional dengan kualitas terjaga seperti sekarang. “Kami sengaja menggunakan kata pasar, bukan festival. Supaya pelukis mau membuka diri untuk berkenalan dengan dunia marketing,” ungkap Anis.
Jika menggunakan kata festival, event ini bisa bermakna lain. Terkesan hanya apresiasi, elitis, dan tak menjangkau lintas usia, geografis, dan aliran-aliran non populis.
“Kami juga kukuh menggelar ini di Surabaya, Jawa Timur. Jika mau digelar di tempat lain, harus menggunakan nama lain. Kami sudah dapat tawaran menggelar event serupa di Jawa Tengah dan Bali,” aku Anis.
Kata kunci lain, lanjutnya, adalah Indonesia. Karena PSLI adalah event seni rupa nasional. Bukan semata Surabaya, atau Jawa Timur. “PSLI untuk seluruh perupa Indonesia,” tegasnya.
naskah dan foto : hendro d. laksono