Industri furnitur nasional terus melaju dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2013, nilai ekspor furniture kayu dan rotan nasional mencapai USD 1,8 miliar dan meningkat menjadi USD 1,9 miliar tahun 2014. Sedangkan tahun 2015 menjadi USD 2 miliar. “Diprediksi nilai ekspor furnitur kayu dan rotan olahan dalam lima tahun ke depan mencapai USD 5 miliar,” ungkap Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian.
Airlangga kemudian memberikan tantangan pada pelaku industri furnitur dan kerajinan nasional untuk mengembangkan usahanya di luar pulau Jawa sekaligus mendekati pusat bahan baku. Langkah ini akan mendorong efisiensi produksi, termasuk pemerataan industri dalam menumbuhkan ekonomi daerah.
“Daya saing industri furnitur dan kerajinan Indonesia di pasar global terletak pada sumber bahan baku alami yang melimpah. Selama ini pasokan bahan baku berasal dari Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera,” tuturnya usai Pengukuhan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Industri Mebel dan Kerajian Indonesia (HIMKI) di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (28/7).
Bahkan, Menperin juga meminta pelaku industri untuk membangun usahanya hingga ke daerah-daerah perbatasan sehingga mendekati pasar ekspor dan mengurangi kesenjangan ekonomi. “Jadi, lima tahun ke depan harus tersebar ke luar Jawa. Wilayah kita luas, jangan sampai terjadi ketimpangan di daerah perbatasan,” tegas Airlangga.
Selain didukung dengan ketersediaan sumber bahan baku berupa kayu, rotan, bambu dan bahan alami lainnya, potensi pengembangan daya saing industri furnitur dan kerajinan di Indonesia ditopang oleh keragaman corak dan desain yang berciri khas lokal serta SDM kompeten.
Oleh karena itu, Menperin menilai, industri furnitur dan kerajinan merupakan salah satu industri prioritas karena mampu menghasilkan produk bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global. “Selain itu, sebagai penghasil devisa negara serta menyerap tenaga kerja yang cukup signifikan,” tuturnya. (sp/foto : ist)