Jari-jari Widarto, 44 tahun, bergerak lincah di atas papan kayu. Setelah menempatkan ujung tatah di sudut tertentu, palu kayunya memukul berirama. Sesekali ia membersihkan sisa kayu yang mengganggu pekerjaannya.
Di Bluru Permai, Sidoarjo, Jawa Timur, namanya cukup terkenal. Selain sebagai perajin kayu ukir, ia juga dikenal sebagai pengusaha yang produknya sudah merambah ke luar negeri. “Memiliki modal besar bukan faktor penentu keberhasilan sebuah usaha. Melainkan keyakinan dan keuletan dalam membangun sebuah usaha,” akunya membuka pembicaraan.
Bermodal keahlian dalam seni ukir, Widarto terus mengembangkan usahanya. Dari sekadar bertahan hidup, kini sudah menghidupi orang lain. Dikatakan, ia memulai usahanya pada tahun 2001. Lulusan SMA PGRI 2 Mojokerto awalnya bekerja di Sidoarjo sebagai karyawan di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang meuble kayu, rotan dan ukiran.
Fase ‘ikut orang’ ini dilakoni dari 1989 hingga 2001. Namun, dia merasa ruang lingkup pekerjaannya tidak cocok dan membuatnya terbatas dalam berkreasi. Selain itu, tentu saja, ia merasa kalau imbalan yang diterima terasa sangat minim.
“Waktu itu saya mengerjakan semua proses produksi. Dari balok-balok kayu hingga finishing produk hingga barang siap untuk dikirim. Hanya saja bayaran yang saya terima tidak sesuai dengan pekerjaan yang saya lakukan,” ucap Widarto.
Berbekal ilmu dan pengetahuannya di bidang seni ukir, ia mencoba peruntungan untuk membuat usaha seni ukir sendiri di rumahnya, di Bluru Permai, Sidoarjo. Di awal, penghobi sepakbola dan bulutangkis ini mengaku jatuh bangun dalam mengembangkan usaha. “Untung rugi adalah hal yang wajar, akan tetapi kita tak lantas terus berlarut-larut bila ingin usaha kita tetap berjalan sesuai dengan harapan awal, kalau kita gagal berarti ada kesalahan, langkahnya adalah harus memperbaiki kesalahan bukan malah lari dan gulung tikar,” terangnya.
Berkat keuletannya, masa susah itu pun terkikis pelan tapi pasti. Produk ukirnya yang semula hanya dijual di pasar lokal, kini sudah diekspor ke luar negeri. Seperti beberapa negara di Eropa dan Amerika. Keuntungan yang diraih pun berlipat. “Bisa Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per bulan,” akunya terus terang.
Tak berhenti di situ, Widarto pun berupaya mengembangkan usaha dengan membuka cabang. Kali ini, ia membidik Pasuruan, Jawa Timur. Di tempat ini, ia mempercayakan usahanya kepada orang lain untuk mengelola produksi ukiran.
naskah dan foto : rangga yudhistira