Bagi masyarakat Dusun Biting, Seloleman, Mojokerto, hanya dua jalan agar debit sumber air di Pertirtaan Jolotundo dan lereng Gunung Penanggungan terus melimpah. Terus bersahabat, dan terus menyapa lewat doa. Caranya, dengan menggelar Ruwat Sumber Jolotundo.
Seperti diketahui, ruwat atau ruwatan adalah tradisi masyarakat turun temurun yang sudah dilakukan sejak jaman dulu. Bagi masyarakat Jawa, ruwatan bukan semata menjaga budaya, tapi tatanan ritual dan religi. Di Dusun Biting, ruwatan ini dikenal dengan nama Barikan.
Ruwat Sumber Jolotundo dilakukan setiap tahun di bulan Suro hari ke-10 atau 8 Oktober 2016 lalu. Dengan ritual yang pakem dan tambahan kemeriahan sesuai jaman. “Termasuk, beberapa tahun belakangan, ruwatan disertai dengan pencak silat, bantengan, pentas wayang kulit, dan kegiatan Ojung yang dilakukan keesokan harinya (9/10/2016),” jelas Gatot Hartoyo, sesepuh Jolotundo.
Selama setengah hari, Pertirtaan Jolotundo ditutup untuk umum. Dan dipergunakan untuk acara Ruwat Sumber Jolotundo. Ritual yang pakem antara lain doa dari wakil masyarakat di atas candi, penyatuan 33 air dari sumber mata air sekitar Jolotundo, penanaman pohon tahunan, pelepasan burung, hingga doa sesaji dan tumpeng.
Penanganan kegiatan ini sepenuhnya dikelola oleh sesepuh dan panitia masyarakat Biting. Namun di tahun-tahun terakhir, ruwatan juga melibatkan masyarakat Seloliman dan sekitarnya. Warga dengan antusias turut membantu kelancaran acara. Mereka, baik secara pribadi maupun kelompok menyediakan tumpeng dan buah. Tiap tahun, jumlah tumpeng yang terkumpul bisa mencapai 70 hingga 100 tumpeng.
Sepanjang proses ritual, warga juga berkumpul agar bisa ngalap atau mendapatkan berkah percikan air penyatuan sumber, makan tumpeng bersama, dan terakhir, bisa mandi di pertirtaan.
naskah dan foto : purwanto rass
FOTO-FOTO LAIN KLIK GALLERY