Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (SMI) menegaskan, pemerintah pusat terus memberikan dukungan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dianggap memiliki pengaruh besar terhadap hajat hidup masyarakat dan juga pemerintah daerah (Pemda).
“Peranan BUMN dari sisi sovereign statusnya memiliki exposure yang besar terhadap sistem keuangan dan juga dimiliki pemerintah dengan aset total yang dimilikinya cukup besar,” jelas Menkeu, usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas), Rabu (3/6).
Di dalam program pemulihan ekonomi ini, menurut Menkeu, ada 12 BUMN yang mendapatkan dukungan. Mulai Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang akan mendapat tambahan untuk subsidi diskon listrik yang diperpanjang, penyertaan modal negara, dan pembayaran kompensasi dari piutang pemerintah yang akan dibayarkan, itu sebesar Rp45,4 triliun.
“Kedua untuk PT Hutama Karya dinaikkan PMN-nya dari Rp3,5 triliun ditambah dengan Rp7,5 triliun sehingga menjadi Rp11 triliun. Untuk PT Kereta Api akan ditambahkan dana talangan sebesar Rp3,5 triliun,” imbuh Menkeu.
Untuk Bahana BPUI yang menangani Jamkrindo dan Askrindo, menurut Menkeu, akan mendapatkan penyertaan modal negara sebesar Rp6 triliun di dalam rangka program penjaminan kredit modal kerja darurat tadi, serta PMN nontunai sebesar Rp268 miliar.
Kemudian untuk PTPN, lanjut Menkeu, adalah mendapatkan dana talangan pinjaman modal kerja dan untuk PNM yang melakukan program untuk Ultra Mikro (Umi) dan Mekaar akan ditambahkan penanaman modal negaranya dari Rp1 triliun menjadi Rp2,5 triliun.
Ia mengrapkan dukungan jjk untuk bisa meningkatkan kapasitas dalam memberikan dukungan kepada usaha ultra mikro yang di bawah Rp10 juta.
“Ada dua BUMN yaitu Garuda Indonesia serta PT Krakatau Steel yang diberikan dana talangan, yang nanti Menteri BUMN masih akan melakukan lagi skema yang dianggap paling baik untuk mendukung dua BUMN tersebut,” terang Menkeu.
Perumnas, lanjut Menkeu, akan mendapatkan Rp 650 miliar dan untuk Pertamina kita membayarkan kompensasi.
“Dua BUMN yang lain yaitu ITDC maupun Bulog mendapatkan dukungan. ITDC dalam hal ini adalah Rp500 miliar untuk PMN tahun ini, dan untuk Bulog karena mendukung operasi dari bantuan sosial akan mendapatkan penyaluran sebesar Rp10,5 triliun,” jelas Menkeu.
Jadi, tambah Menkeu, program pemulihan ekonomi yang dilakukan melalui BUMN mencakup 12 BUMN dari sisi subsidi, dari sisi penyaluran bansos, dari sisi PMN, serta dana talangan totalnya adalah Rp52,57 triliun.
Di dalam pemulihan ekonomi ini peranan dari pemerintah daerah, menurut Menkeu, menjadi penting, dan Kemenkeu memasukkan di dalam postur APBN revisi dana insentif daerah tambahan sebesar Rp5 triliun, serta dana alokasi khusus fisik untuk mendukung pemerintah daerah yang akan melakukan program-program swakelola padat karya menggunakan tenaga lokal yang bisa diselesaikan dalam kurun waktu 5 bulan ke depan, sebelum berakhirnya tahun anggaran 2020.
“Kami mengalokasikan Rp 8,7 triliun plus tadi Bapak Presiden meminta bagi kami untuk menaikkan fasilitas pinjaman ke daerah,” tambahnya.
Dalam Ratas, lanjut Menkeu, dibahas sebesar Rp1 triliun Presiden untuk meminta membuat kajian mengenai kebutuhan pemerintah daerah yang menghadapi kondisi penerimaan asli daerahnya turun drastis akibat Covid-19 dan penerapan PSBB, untuk bisa mendapatkan akses pinjaman sehingga mereka bisa melakukan program-program daerahnya dalam penanganan Covid-19 maupun memulihkan ekonominya.
“Di dalam Rapat Terbatas kita juga memberikan dukungan kepada sektor pariwisata, sektor perikanan dan nelayan, serta sektor pertanian, dan sektor perumahan yang tujuannya adalah untuk memulihkan kegiatan ekonomi, selain program padat karya dari kementerian/lembaga yang mencakup Rp18,44 triliun. Ini adalah program pemulihan ekonomi keseluruhan,” jelasnya.
Naik Rp 124,5 Triliun
Sementara itu, Menkeu jelaskan bahwa dengan program pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 tahun 2020 ini, maka APBN 2020 mengalami perubahan postur.
“Yang tadi telah ditetapkan oleh Bapak Presiden sesudah kita juga mendengar masukan dari Badan Anggaran maupun Komisi XI adalah pendapatan negara akan dikoreksi lagi dari Perpres yang tadinya menyebutkan Rp1.760,9 triliun akan mengalami penurunan ke Rp1.699,1 triliun, dimana penerimaan perpajakan dari Rp1.462,6 triliun akan menjadi Rp1.404,5 triliun,” ujarnya.
Belanja negara di satu sisi, sambung Menkeu, untuk menampung berbagai program pemulihan dan penanganan Covid-19 akan meningkat, dari yang di dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020 sebesar Rp2.613,8 triliun, akan direvisi menjadi Rp.2.738,4 triliun atau terjadi kenaikan belanja Rp124,5 triliun yang mencakup berbagai belanja untuk mendukung pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19, termasuk untuk daerah dan sektoral.
“Dengan demikian, Perpres Nomor 54 Tahun 2020 mengenai postur APBN akan direvisi dengan defisit yang meningkat, dari Rp852,9 triliun atau 5,07 dari produk domestik bruto (PDB) meningkat menjadi Rp1.039,2 triliun atau menjadi 6,34 dari produk domestik bruto,” jelasnya.
Kenaikan defisit ini, menurut Menkeu, akan tetap dijaga secara hati-hati, seperti instruksi Presiden dari sisi sustainabilitas dan pembiayaannya Kemenkeu akan menggunakan berbagai sumber pendanaan yang memiliki risiko paling kecil dan dengan biaya yang paling kompetitif atau paling rendah.
“Termasuk menggunakan sumber internal pemerintah sendiri, seperti penggunaan saldo anggaran lebihnya pemerintah, dana abadi yang dimiliki pemerintah untuk bidang kesehatan, dan BLU, serta penarikan pinjaman program dengan bunga yang rendah,” kata Menkeu.
Kemenkeu, menurut SMI, akan melakukan penerbitan Surat Berharga Negara di domestik maupun di global dan dukungan dari Bank Indonesia melalui kebijakan-kebijakan moneternya, seperti penurunan giro wajib minimum (GWM) dan Bank Indonesia sebagai standby buyer di dalam pasar perdana, serta dari sisi dukungan Bank Indonesia untuk berbagai program yang melibatkan pembiayaan below the line.
“Kami bersama Pak Perry (Gubernur Bank Indonesia) melakukan SKB mengenai mekanisme pembiayaan yang above the line melalui market, dan kami akan melakukan lagi SKB kedua mengenai bagaimana sharing the burden secara baik untuk menjaga sustainabilitas dari kebijakan fiskal maupun dari independensi serta kredibilitas dari kebijakan moneter,” terangnya.
Kemenkeu dan BI, sambung SMI, nanti akan menyampaikan surat kesepakatan bersama ini, karena Kemenkeu san BI harus menjaga dari sisi kualitas kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas macro economy, mendukung pemulihan ekonomi secara berkelanjutan, dan di sisi lain tetap prudent dan asas transparansi dan akuntabilitas tetap dilaksanakan oleh kedua institusi moneter dan fiskal.
“Kita juga melakukan bersama-sama dengan OJK sehingga peranan dari lembaga keuangan, baik perbankan maupun bukan bank, bisa ikut melaksanakan proses pemulihan ekonomi dan juga ikut sharing risiko dan burden-nya,” katanya.
Dengan demikian, Menkeu berharap bahwa ekonomi Indonesia, yang memang semua ekonomi di dunia mengalami tekanan luar biasa akibat pandemi Covid-19 ini, bisa terus dijaga bersama dan diminimalkan dampak negatifnya, serta secara bertahap membangun apa yang kita sebut fondasi bagi pemulihan ekonomi nasional secara bergotong-royong, bersama sama, sinergis, dan saling mendukung.
“Tentu tekanan yang berat di tahun 2020 nanti akan berakibat juga kepada postur APBN Tahun 2021 dan selanjutnya. Kami sebentar lagi sedang menyiapkan untuk RAPBN Tahun 2021 yang kita harapkan akan tetap konsisten di dalam tema menjaga dampak Covid-19 dari sisi kesehatan, dari sisi masyarakat sosial terutama masyarakat miskin, dan dari sisi ekonomi, serta secara terus-menerus mendukung pemulihan ekonomi kita sehingga masyarakat bisa terus mendapatkan dampak positif dari program-program pemerintah tersebut,” pungkas Menkeu di akhir keterangan.