Untuk mengurangi intensitas curah hujan dan pencegahan bencana hidrometorologi, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengusulkan permohonan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di wilayah Jawa Timur selama masa siaga darurat bencana hidrometeorologi kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan TNI Angkatan Udara (AU).
“Kami kedatangan dari tim yang merancang TMC atas usulan Pemprov Jatim agar menggunakan teknologi tersebut untuk mengurangi potensi-potensi hujan yang kemudian bisa mengakibatkan kerugian,” kata Sekdaprov Jatim Adhy Karyono di Ruang Kerja Kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan No 110 Surabaya, Rabu (4/1).
Adhy menjelaskan, TMC adalah usaha campur tangan manusia dalam pengendalian sumber daya air (SDA) di atmosfer untuk menambah atau mengurangi curah hujan pada daerah tertentu guna meminimalkan bencana alam yang disebabkan iklim dengan memanfaatkan parameter cuaca.
“Saat ini, kita tidak lagi berfokus pada banjirnya, melainkan kita juga berusaha mencegah hujan yang diperkirakan BMKG itu curah hujan paling tinggi dan berpotensi banjir sehingga dapat dicegah dengan cara memodifikasi cuaca menggunakan teknologi bernama TMC,” tuturnya.
Skema kerja teknologi tersebut, kata Adhy, selama ini dikenal menggunakan pesawat yang dihantarkan bahan semai berupa NaCl ke awan melalui udara. Namun ada cara lainnya yakni dengan penyampaian bahan semai ke dalam awan dari darat menggunakan wahana Ground Based Generator (GBG) dan wahana pohon Flare untuk sistem statis.
Kedua metode ini, lanjutnya, memiliki prinsip kerja yang sama yakni menghantarkan bahan semai ke dalam awan dengan memanfaatkan keberadaan awan orografik dan awan yang tumbuh di sekitar pegunungan sebagai targetnya.
“Teknologi TMC dampaknya sangat luar biasa karena dapat mencegah potensi banjir serta mengurangi kerugian masyarakat dan pemerintah. Ini yang dilakukan tim dari pusat terdiri dari BNPB, BMKG dan BRIN. Saat ini basecampnya ada di LANUD Malang dan kita mendukung karena merupakan permintaan dari Pemprov Jatim. Kami tidak ingin masyarakat di sini pasrah ketika hujan dan terjadi banjir,” jelasnya.
Selain itu, Adhy mengaku bahwa potensi banjir mulai berkurang di DKI Jakarat karena modifikasi bantuan alat teknologi cuaca yang digunakan, yakni TMC. Maka, Adhy menegaskan Jawa Timur juga ingin menerapkan teknologi tersebut sehingga dan prakiraan cuaca dapat di deteksi. “Saya berterima kasih kepada tim dari BNPB pusat, BMKG dan BRIN yang sangat membantu bagaimana pemerintah Jatim dalam rangka menghadapi cuaca ekstrem,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat BNPB Rustian menegaskan bahwa
TMC adalah suatu bentuk upaya manusia memodifikasi cuaca dengan tujuan tertentu agar mendapatkan kondisi cuaca seperti yang diinginkan. Disebut sebagai suatu teknologi karena aktivitas memodifikasi cuaca pada dasarnya merupakan suatu aplikasi yang memerlukan sentuhan teknologi dalam prosesnya.
“Pada prinsipnya, TMC bukan proses membuat hujan. Jadi, istilah hujan buatan yang banyak digunakan atau dikenal oleh masyarakat sebenarnya kurang tepat, karena Balai Besar TMC tidak membuat hujan. Yang benar, hanya memodifikasi cuaca, memberikan perlakuan, mengintervensi proses fisika di sistem awan untuk tujuan tertentu, tergantung kebutuhannya. Menambah, atau mengurangi intensitas curah hujan,” urainya.
Adapun di Indonesia sejarah TMC dimulai di tahun 1977 atas gagasan mantan Presiden Soeharto yang menginginkan hujan buatan untuk mendukung sektor pertanian di Indonesia. Gagasan tersebut direspon BJ Habibie yang saat itu menjabat selaku Penasihat Presiden Bidang Teknologi dengan melakukan proyek percobaan hujan buatan pada tahun 1977 di Bogor, Sukabumi dan Solo di bawah asistensi Prof Devakul dari Royal Rainmaking Thailand.
Tercatat, di Indonesia kegiatan TMC dari tahun 1979 – Desember 2018 sudah banyak dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mengairi irigasi TMC sebanyak 36 kali, Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 44, irigasi dan PLTA 24, kebakaran hutan dan lahan 40, mitigasi banjir 5, pengurangan curah hujan di area tambang dan proyek 2, acara kenegaraan dan pengamanan infrastruktur nasional 11 kali. Termasuk saat itu pengamanan Asian Games 2018 dimana Indonesia menjadi tuan rumahnya.
Bahkan jauh sebelumnya, TMC telah dimanfaatkan untuk mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak tahun 1997-1998. Saat itu karhutla hebat juga terjadi di Indonesia. Selain itu di tahun 2013, TMC juga membantu upaya redistribusi hujan saat banjir melanda ibu kota di awal tahun.Pascakarhutla 2015, TMC juga intens berperan dalam penanganan dan pencegahan karhutla. Tahun 2019 operasi TMC dilakukan untuk penanggulangan karhutla serentak di lima provinsi.
Meski dalam kondisi kemarau, BBTMC BPPT mencatat hasil operasi TMC mampu menggelontorkan air hujan dalam jumlah banyak. Total curah hujan di Kalimantan Tengah sebanyak 1,39 miliar meter kubik, Kalimantan Barat 1,9 miliar meter kubik, Provinsi Riau dan Jambi 1,56 miliar meter kubik, Sumatera Selatan dan Jambi 436 juta meter kubik. (ddk)