Mudahnya proses berinteraksi dan arus informasi serta pengaruhnya terhadap masyarakat menginspirasi akademisi dari Universitas Ciputra menghasilkan sejumlah karya seni yang apik.
Perbedaan cara pandang dalam menyikapi tren ini, mendorong sebelas peserta pameran, berkolaborasi secara harmonis menggelar pameran bertajuk ‘FloaThink in Harmony’ yang digelar di Galeri Paviliun House of Sampoerna, 14 Maret – 6 April 2019 mendatang.
Lewat karya yang ada mereka ingin berpesan, konten dalam media sosial dan internet harus disikapi dengan bijaksana. Utamanya dalam menghadapi perubahan dan derasnya pengaruh budaya luar agar identitas bangsa dapat terjaga.
Tema ‘FloaThink in Harmony’ diangkat sebagai gambaran bagaimana kita mengejar, terbang dan melayang dalam mengikuti laju perkembangan teknologi, namun di sisi lain timbul harapan agar tetap menapak dan berakar pada prinsip juga norma.
Terjemahan harmonisasi para pencinta seni ini kemudian divisualisasikan ke dalam 30 karya dua maupun tiga dimensi.
Pandu Rukmi Utomo, peserta pameran, menunjukan cara melihat karyanya dengan mata ketiga menggunakan smartphone untuk mempersatukan gambar dalam lukisannya.
Dalam lukisan berjudul ‘In the Dark’, Valentina Weyland ingin berkisah tentang budaya. Suasana dan obyek digoreskan dalam bentuk dan warna sesuai dengan perasaan yang timbul dari pengaruh konten visual yang bertebaran.
Sementara Henry Trisula ingin menyampaikan ketertarikannya terhadap pelestarian budaya ditengah kemajuan teknologi dalam media digital on canvas berjudul ‘Menuju Masa Depan, Melestarikan Masa Lalu’.
Peserta lain, Jenny Lee, menyuguhkan gambaran baik-buruk pikiran dan suasana hati yang disatukan menjadi semangat dalam hidup melalui karya tiga dimensinya berjudul ‘Spirit in My Cups’.
Freddy H. Istanto saat membuka Pameran Seni Visual di Galeri Pavuliun Taman Sampoerna, Surabaya, Kamis (14/03/2019) lalu.
“Dunia berkembang dalam hitungan detik, beragam kemajuan dan inovasi baru bermunculan. Beraneka informasi dari seluruh penjuru dunia dengan mudah diakses hanya dengan kotak kecil yang mudah dibawa kemana-mana,” jelas Henry Trisula.
Derasnya kultur dan budaya luar, lanjutnya, masuk menjadikan orang-orang mulai melupakan budayanya sendiri.
“Kita harus mengikuti perkembangan jaman agar bisa bersaing dengan masyarakat internasional, namun tetap harus mejaga identitas diri kita sebagai orang Indonesia yang memiliki budaya dan kearifan lokal yang beraneka ragam,” tegas Henry. (hendro d. laksono | foto : m. syaiful anwar)