Tak kurang dari 3 ribu orang mengikuti acara tahunan ‘Kirab Kadipaten’ yang digelar warga Lidah Wetan dan Lidah Kulon, Surabaya, Minggu (23/10) pagi. Kirab yang membawa tema ‘Gelar Doa dan Angkat Budaya’ ini digelar untuk mengajak warga Surabaya, kembali mengingat sejarah kota yang dulunya dikenal dengan nama Kota Kadipaten.
Dalam sambutannya, Dra. Wiwiek Widayati, Kepala Dinas Pariwisata Surabaya mengajak peserta kirab berjalan mengarak panji-panji kebesaran Raden Sawunggaling. Dimulai dari makamnya hingga finish di Balai Kelurahan Lidah Wetan, Surabaya.
Menurut legenda, Sawunggaling dikenal sebagai anak dari Raden Ayu Dewi Sangkra yang bersayembara mencari ayahnya Joko Tangkeban yang berada di Kadipaten Surabaya.
Dalam Kirab Kadipaten 2016, ditampilkan gerak teatrikal Joko Berek berpamitan dengan ibu dan pamannya, guna bersayembara mencari ayahnya. Selain itu ada ritual ganti luwur, istighosah, lomba suluk dan penggelaran wayang kulit di aula Cagar Budaya Sawunggaling Lidah Wetan III, Surabaya.
Peserta kirab diwajibkan berdandan semenarik mungkin. Semisal dengan balutan pakaian masyarakat desa yang menggambarkan, dahulu, daerah Lidah itu satu wilayah. Yakni bernama Lidah Donowati. Namun seiring berjalannya waktu, kini telah dibagi menjadi Lidah Wetan dan Lidah Kulon.
“Muncul pula harapan, meski tidak menjadi Lidah Donowati lagi, warga kedua kelurahan ini bisa tetap saling membantu dan menghormati,” kata Iwan, koordinator acara.
“Saya berdandan seperti ini karena menirukan sosok jin peliharaan ayah Raden Sawunggaling, yakni Joko Tangkeban. Jin Joko Tangkeban ada dua yaitu satir dan sarkas namun saya memilih menjadi satir karena identik dengan besar, berkulit hitam dan membawa gada kemana pun,” jelas Eko sambil tersenyum.
Untuk memeriahkan Kirab Kadipaten 2016, di akhir acara, panitia juga membagikan sejumlah doorprize untuk mereka yang hadir.
naskah dan foto : pandu pratama