Kualitas air yang semakin buruk membuat ribuan ikan mati. Ini yang kemudian membuat warga Desa Dahai di Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, memilih untuk menghentikan budidaya ikan keramba.
Diakui Juanda, warga setempat, mereka sebelumnya menggunakan aliran sungai di desa mereka untuk budidaya ikan keramba dalam jumlah yang cukup besar. Namun, saat ini mereka memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan budidaya ikan tersebut karena kualitas air yang tidak stabil.
Juanda menjelaskan bahwa keramba ikan miliknya biasanya ditempatkan di sungai yang tidak jauh dari rumahnya. Meskipun budidaya ikan hanya sebagai pekerjaan sampingan, namun keuntungannya juga cukup lumayan.
Beberapa waktu yang lalu, Juanda mengalami kejadian ikan keramba miliknya mati secara mendadak sebanyak dua ribu ekor. Meskipun telah mendapatkan ganti rugi, namun akhirnya dia memutuskan untuk tidak lagi memelihara ikan.
“Sekarang saya lebih fokus pada berkebun karet saja, karena khawatir ikan akan mati lagi. Kami hanya menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan mencuci,” ungkap Juanda.
Menurut Juanda, setiap harinya debit air sungai tidak menentu. Kadang-kadang air surut, namun tiba-tiba bisa kembali naik. Selain itu, warna air juga sering berubah-ubah, dari coklat hingga bening.
Warga setempat sebelumnya diberikan peluang untuk membudidaya ikan menggunakan sistem bioflok. Namun saat ini sistem tersebut tidak lagi digunakan karena dianggap kurang menghasilkan.
Kepala Desa Dahai, Sulaiman, menyatakan bahwa saat ini hanya sedikit warga yang masih memelihara ikan keramba dengan menggunakan aliran sungai. Mayoritas warga lebih memilih untuk berkebun dan menanam padi saat musim penghujan.
Sulaiman mengakui bahwa potensi budidaya ikan sebelumnya menjanjikan bagi warga. Namun, melihat kondisi air sungai yang tidak stabil, warga tidak berani mengambil risiko untuk kembali memelihara ikan di sungai.