Persaingan antar atlet nasional, regional, bahkan dunia semakin ketat. Kondisi ini mendorong para atlet dan mungkin juga para manager dan pelatih terkait benar-benar selalu berada di bawah tekanan berat untuk saling bersaing memperoleh prestasi sebaik mungkin dan akibatnya di antaranya adalah melalui penggunaan doping untuk memperoleh prestasi yang diharapkan menjadi juara meski itu dilarang sesuai ketentuan anti doping.
Memang kecenderungan tersebut tidak berlaku untuk setiap atlet dan pelatihnya, tetapi fakta menunjukkan bahwa dari satu event ke event berikutnya selalu ada saja kejadian dimana selalu ada saja banyak atlet yang menggunakan zat doping.
Fenomena penggunaan zat doping tersebut tidak hanya menjangkiti cukup banyak atlet, tetapi juga sejumlah kelompok anak muda dan atlet-atlet usia muda yang menurut data dari UNESCO tahun 2017 makin banyak. Gejala tersebut tentu saja berpotensi merusak moralitas dan etika serta tentu saja kesehatan mereka yang notabene sedang dalam masa pertumbuhan. Kondisi yang memperihatinkan itulah yang telah mendorong UNESCO bekerjasama dengan WADA (World Anti Doping Agency) untuk kembali mengadakan International Convention against Doping in Sports pada tanggal 25 s/d 26 September 2017 di markas besar UNESCO di Paris.
Indonesia memandang penting sekali acara tersebut melalui pengiriman Delegasi yang dipimpin oleh Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto dengan didanpingi Deputi Kepala BNN Bidang Hukum dan Kerjasama Arif Wicaksono dan Guru Besar UNJ yang juga anggota LADI Prof Dr James Tangkudung serta beberapa pejabat dan staf dari Kemlu RI, Kemenpora, BNN dan LADI.
Alasan Indonesia untuk hadir secara aktif adalah selain untuk dapat memperoleh up date informasi dan pengalaman dari banyak negara dan khususnya WADA dalam berjuang mengatasi makin maraknya penggunaan zat doping, juga karena di tahun 2018 Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games dan Asian Para Games, dimana Indonesia akan terus meningkatkan koordinasi kerjasamanya dengan WADA dan Komisi Anti Doping OCA bagi minimalisasi kemungkinan munculnya persoalan doping dalam event Asian Games dan Asian Games.
Alasan lain bagi Indinesia untuk mengikuti pertemuan UNESCO adalah karena Indonesia pada akhir tahun 2016 telah dijatuhi sanksi keras oleh WADA, meskipun pada akhirnya berdasarkan hasil sidang Komisi Review World Anti-Doping Agency (WADA) tanggal 17 February 2017, diputuskan bahwa sanksi WADA terhadap LADI dicabut.
Pencabutan sanksi tersebut didasarkan atas langkah-langkah perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah (Kemenpora) bersama sama dengan LADI dalam 2 bulan terakhir sejak sanksi diberikan kepada LADI pada bulan November 2016 yang lalu. Dengan dicabutnya sanksi oleh WADA tersebut, maka akan semakin memudahkan kerja pengawasan doping di Indonesia dan Kemenpora mendorong LADI untuk bekerja keras khususnya dalam rangka menghadapi dan mempersiapkan Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.
Kasus doping di PON dan PEPARNAS Jawa Barat tahun 2016 yang lalu memberi gambaran besarnya tanggung jawab yang harus diemban LADI ke depan. Sulit dibayangkan sangat repotnya Indonesia jika sanksi tersebut tidak buru-buru dicabut WADA saat Asian Games dan Asian Para Games karena OCA sempat menanyakan pada Indonesia dan INASGOC saar General Assembly di Sapporo di akhir bulan Pebruari 2017.
Dengan kata lain, kehadiran Indonesia tersebut ingin menunjukkan keseriusan Indonesia di mata WADA dalam melakukan tindakan anti dopung dan juga harus selalu memenuhi peraturan-peraturan yang sesuai yang diatur oleh WADA. Indonesia tidak ingin kejadian tahun 2015 dan 2016 terjadi lagi, dimana saat itu LADI dianggap menggunakan laboratorium pengujian domestik untuk pengetesan sampel yang tidak diakui oleh WADA, karena seharusnya dikirimkan ke New Delhi Test Laboratory (NDTL) ataupun laboratorium pengujian lain yang terakreditasi oleh WADA.
Selain itu, kesalahan Indonesia adalah karena tidak komunikatif dan responsifnya LADI terhadap sejumlah pertanyaan dan investigasi WADA. Akibatnya kemudian Kemenpora terpaksa mengambil alih otoritas LADI dalam berkomunikasi dengan WADA dan berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Dan secara kebetulan, kemudian LADI memiliki kepengurusan baru hadil Open Bidding dan lamgsung menunjukkan kinerjanya yang bagus baik di mata Kemenpora, WADA maupun SEARADO (South East Asia Regional Anti Doping Organization).
Masalah sanksi merupakan suatu agenda yang sangat serius, sehingga bahkan konvensi tersebut sampai mengadendakan hasil temuan tim konsultan independen yang ditunjuk oleh UNESCO terhadap mal praktek pernah diterapkan oleh otoritas olahraga Rusia pada tahun 2015 untuk dipaparkan secara jelas sekali dan juga memberikan kesempatan pada Menteri Olahraga Rusia untuk merespon hasil investigasi tersebut.
Paparan Tim Kinsultan oleh Theresa Zabell dan Jean-Francois Vilotte tersebut memang cukup mengagetkan tentang apa saja dan bagaimana dugaan penggunaan zat doping itu secara sistemik pernah terjadi di Rusia dan dampaknya terasakan saat persaingan pada Olimpiade Rio de Janeiro berlangsung. Sebalinya Menteri Olahraga Rusia merespon dengan cara dan penjelasan yang sangat simpatik dan berkomitmen bahwa pelanggaran doping tersebut diharapkan tidak akan terjadi lagi.
Hanya saja yang cukup banyak disayangkan, bahwa laporan tim konsultan tersebut kurang terpublikasi sebelumnya, sehingga kurang banyak diketahui dan kurang obyektif kecuali saat paparan tersebut dilakukan. Saat rilis ini di up load jam 12.38 waktu Paris (17.38 WIB) perdebatan masalah sanksi untuk Rusia masih dead lock dan terpaksa di break.
Indonesia (yang 10 tahun lalu bersama 186 negara) sebagai salah satu penanda tangan Convention against Doping in Sport memanfaatkan konvensi tahun 2017 ini tidak hanya sebagai peserta tamu tetapi juga sebagai peserta akrif dalam mengajukan sejumlah komentar dan usul, seperti saat menunjukkan dukungan pada Arab Saudi terpilih sebagai pimpinan sidang dua hari ini, saat perdebatan tentang Anti Doping Logic System dimana Indonesia mengusulkan agar WADA lebih pro aktif komunikasi sehingga tidak langsung menjatuhkan sanksi pada anggota.
Kemudian ketika ada draft pembahasan soal prosedur maka Indonesia mengusulkan agar sidang tidak terjebak pada perdebatan panjang, dan berikutnya saat Dirjen WADA Olivier Nigglie paparan, maka Indonesia minta dukungan WADA bagi kesuksesan Asian Games dan Asian Para Games dalam mengatasi masalah Doping.
Sekembalinya ke Indonesia, maka Kemenpora bersama BNN dan Kementerian Kumham serta Kemlu serta para pihak akan duduk bersama untuk menindak lanjuti hasil-hasil konvesi UNESCO ini mengingat saat ini zat / materi doping dengan narkoba beberapa di antaranya saling bersinggungan destruktif dampaknya. Selain itu Kemenpora akan terus mendorong para pihak, atlet, pelatih, pengurus cabang olahraga harus terus menerus diberikan pemahaman tentang doping.
Atlet yang terus ber ganti, demikian juga pelatih dan pengurus memaksa LADI harus melakukan sosialisasi dan edukasi secara terus menerus. Untuk itu LADI wajib untuk lebih aktif melakukan sosialisasi kepada seluruh cabang olah raga dengan berbagai cara termasuk penggunaan layanan internet yang mudah diakses secara real time dimanapun berada dengan kontens yang terus ter up date. Dan kebijakan yang PALING BARU dari WADA adalah memberi penghargaan pada pihak manapun yang berani menjadi justice collaborator dengan data valid dan akurat di tengah makin canggihnya tehnologi untuk memanipulasi doping. (sp/ginanjar | foto : dok)