Kesenian Liong dan Barongsai tidak dapat dipisahkan dari budaya masyarakat Tionghoa. Dulu, kesenian Liong dipertunjukan saat masa panen pertanian di Tiongkok. Kini, kesenian ini berkembang menjadi karya budaya yang sangat penting bagi tradisi masyarakat Tionghoa.
Kesenian liong telah menyebar ke seluruh negeri Tiongkok, bahkan ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hingga kini, kesenian Liong menjadi pertunjukan seni khusus karena dipercaya melambangkan keberuntungan dan kemakmuran.
Sama halnya dengan masyarakat keturunan Tionghoa lainnya, di Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terdapat Kelompok Liong yang diberi nama Panca Naga. Kelompok ini bermarkas di Klenteng Hok An Kiong, salah satu klenteng tertua di Indonesia.
Panca Naga terbentuk setelah mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur membuka kran kebebasan bagi masyarakat Tionghoa untuk berekspresi lewat kegiatan budaya. Saat itu, kelompok ini langsung menggeliat meramaikan munculnya kembali kesenian Liong, yang sebelumnya dibungkam selama puluhan tahun.
Semangat untuk memunculkan kembali kesenian Liong di Muntilan sangat tinggi. Banyak remaja tergerak untuk bergabung dan ikut berlatih. Kelompok Panca Naga terbentuk awal tahun 2000. Budiman, pengurus Panca Naga bercerita, Kelompok Liong Panca Naga didirikan di Klenteng Hok An Kiong atas prakarsa Hadi Iryanto, warga setempat yang bersemangat untuk memunculkan kembali kesenian Tionghoa tersebut.
Saat awal terbentuk, kelompok ini beranggotakan sejumlah anak-anak muda keturunan Tionghoa asli Muntilan. Dengan semangat, mereka terus berlatih sehingga bisa tampil di sejumlah acara. Selain tampil di klenteng Magelang, kelompok ini juga rajin mengikuti berbagai kejuaraan Liong dan Barongsai di Jawa Tengah dan sekitarnya.
Sayang, seiring waktu, Kelompok Panca Naga perlahan ditinggal anggotanya. Geliat Liong dan Barongsai meredup. Lihat saja di tempat penyimpanan alat-alat pementasan Liong dan Barongsai yang ada di sana. Pengab, kotor, dan nampak tak terurus.
“Beberapa Liong dan Barongsai malah rusak. Kami juga kesulitan mendapat anggota baru dari masyarakat keturunan Tionghoa,” sesal Budiman.
Meski demikian, ia tetap mengaku bangga saat sejumlah anak muda Jawa di Muntilan. “Anak-anak keturunan Jawa di Muntilan ini salah satu kebanggan kami. Walaupun mereka bukan Tionghoa, tapi selalu bersemangat jika dipanggil untuk memainkan Liong Panca Naga di Klenteng Muntilan,” jelasnya.
Ketua Klenteng Hok An Kiong, Muntilan, Budi Raharjo menjelaskan, kesenian Liong dan Barongsai sangatlah penting bagi masyarakat Tionghoa. Selain berfungsi sebagai ritual untuk menolak roh jahat, kegiatan ini juga dipercaya mendatangkan kebaikan.
“Liong itu harus dimainkan saat upacara penting sebelum sembahyang dimulai, karena menurut cerita leluhur, jika ada rumah yang dimasuki roh jahat harus mengundang liong dan barongsai supaya roh jahatnya pergi,” jelas Budi.
Walaupun kini kelompok Panca Naga Muntilan sudah tidak memiliki anggota tetap, sekelompok anak muda dari grup Putra Naga menjadi harapan baru. Mereka selalu bersedia untuk tampil dengan menggunakan nama kelompok Panca Naga.
David, 23 tahun, pemuda Jawa asal Muntilan misalnya. Ia mengaku senang saat ikut tampil bersama beberapa anggota lain dengan nama Panca Naga. “Sudah berlangsung hampir dua tahun,” katanya.
Sejak kelas empat sekolah dasar, David mengaku sudah menyukai kesenian Liong dan rutin mengikuti berbagai latihan. Ia bersama teman-temannya sering mendapat panggilan untuk bermain di kelompok Panca Naga saat acara-acara besar.
“Saya sangat senang dengan kesenian liong, dan terlebih saat tampil bisa menghibur orang banyak dan dapat angpao dari warga Tionghoa,” jelas David.
Sore itu, matahari mulai meredupkan sinarnya, anak-anak muda yang bergabung di kelompok Panca Naga mulai melakukan pemanasan untuk tampil di perayaan Hari Raya Tiong Tjhiu.
Saat setelah Adzan Mahgrib usai, tabuhan drum musik barongsai mulai ditabuh keras, pertanda liong dan barongsai akan beraksi. Liong dan barongsai meminta doa kedalam klenteng dengan harapan kebaikan akan terus hadir bagi seluruh umat manusia di bumi.
Liong dan barongsai Panca Naga mulai menunjukkan kehebatannya ditengah-tengah penonton yang tidak hanya masyarakat Tionghoa. Bagaikan naga yang telah lama tertidur, liong dan barongsai meliuk gesit tanpa lelah.
Suara tepuk tangan riuh terdengar saat liong dan barongsai melakukan atraksi yang memukau. Tidak lupa masyarakat tionghoa memberikan sejumlah angpao kepada barongsai yang menjadikan tambahan semangat bagi Panca Naga.
Kristanto, warga Tempel, Sleman, mengaku sangat senang jika ada pertunjukan liong dan barongsai. Ia bersama keluarga yang kebetulan sedang melintas sengaja berhenti dan ikut menonton pertunjukan Liong Panca Naga.
Setelah pertunjukan usai, liong dan barongsai Panca Naga kembali disimpan di sebuah ruangan pengap tadi, kembali tidur dan akan dimainkan kembali saat upacara besar Tionghoa lainnya, dengan harapan menemukan tuannya kembali.
naskah dan foto : dimas parikesit
FOTO SELENGKAPNYA KLIK GALLERY