Facebook makin serius memerangi hoax. Komitmen ini diwujudkan dalam upaya membangun komunitas dengan penyajian informasi yang lengkap, sekaligus menjaga keaslian identitas di platformnya. Di Indonesia, sebagai langkah awal, Facebook merangkul Tirto.id. “Kami mengajak Tirto sebagai mitra yang pertama di Indonesia sebagai Fact Checker,” ungkap Alice Budisatrijo, News Partnership Lead dalam konferensi pers, Senin (2/4), di Jakarta.
Ajakan ini tentu bukan tanpa alasan. Karena sebelumnya, Tirto.id sudah bergabung dalam Jaringan Periksa Fakta Internasional (International Fact-Checking Network atau IFCN) melalui Third Party Fact Checker dan melakukan literasi digital untuk melawan berita palsu (hoax) di Tanah Air.
Kemitraan strategis Facebook Indonesia dan Tirto.id ini efektif per hari Senin lalu, dan dinilai makin strategis karena bebarengan dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan menjelang Pemilihan Presiden tahun 2019.
Menanggapi hal ini, Sapto Anggoro, CEO sekaligus co-Founder Tirto.id mengatakan, pihaknya sangat menghargai kepercayaan yang diberikan oleh IFCN sejak 12 Januari 2018 dengan brand Tirto-Periksa Data, sebagai yang pertama di Indonesia. dan sekarang dengan FB Indonesia sebagai mitra untuk melakukan literasi digital.
Dikatakan, IFCN adalah jaringan media internasional yang berkomitmen mengurangi berita keliru (miss information) atau berita palsu (fake news, hoax) melalui pemeriksaan fakta dan penjelasan secara rinci. Jaringan ini berdiri pada 2015 dan sampai saat ini ada 49 media internasional yang lolos verifikasi dan sudah bergabung sebagai anggota.
Untuk itu, jelas Alice, FB Indonesia dan Tirto.id akan melakukan literasi digital agar masyarakat dapat menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasikan konten informasi, dengan kecapakan kognitif maupun teknikal.
Kepala Kebijakan Publik Indonesia Ruben Hattari mengungkapkan kerjasama FB Indonesia dengan Tirto.id ini sangat strategis dalam melakukan literasi digital mengingat banyaknya hoax yang beredar di media sosial.
“Ini adalah inisiatif integrasi komunitas yang akan dilakukan menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Umum Presiden tahun 2019 di Indonesia untuk menunjukkan kepada komunitas serta pemangku kepentingan bahwa Facebook berkomitmen untuk membangun komunitas dengan keterpaparan informasi yang cukup dan menjaga keaslian identitas di platform Facebook,” kata Ruben.
Hal ini, kata Ruben didampingi Alice Budisatrijo yang membidangi partnership pihak ketiga, untuk memenuhi komitmennya memberdayakan masyarakat Indonesia dan meningkatkan literasi digital dan membangun komunitas dengan keterpaparan informasi yang cukup. “Kami melakukan ini dengan meningkatkan kesadaran orang akan literasi berita dan memberikan konteks yang lebih jelas,” tegasnya.
Berdasar hasil survei yang dilakukan Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) pada tahun lalu yang melibatkan 1.116 responden, 92,4% responden mengaku mendapatkan berita hoax dari media sosial, 62,8% dari aplikasi pesan instan, dan 34,9% dari situs web.
Sementara itu, Facebook sebagai penyedia platform konten, saat ini sedang mendapat sorotan luas karena banyak kontennya terdiri dari berita palsu. Berita palsu tersebut marak pada saat pemilihan kepala negara dan politik di berbagai negara termasuk Amerika dan Indonesia. Pendiri Facebook Mark Zuckerberg ikut bertanggungjawab terhadap fakta tersebut.
Untuk mengurangi konten hoax tersebut Facebook bekerjasama dengan lembaga independen IFCN untuk melakukan cek fakta informasi berita yang ada. IFCN memiliki mekanisme dalam menentukan berita apakah itu berita palsu, berita benar, campuran antara keduanya, dan berita tidak jelas (undetermined). Sedangkan di Indonesia, Tirto-Periksa Data sebagai pemilik badge IFCN mendapat kepercayaan melakukan fact-checking (periksa data) konten-konten di Facebook dan akan memberikan rekomendasi kepada pengguna Facebook.
“Dengan begitu banyak informasi yang tersedia secara online, informasi yang merupakan berita palsu datang sedemikian deras dan cepat. Dengan bermitra dengan Facebook, kami berupaya membuat informasi yang kredibel tersedia untuk orang Indonesia dan mengurangi penyebaran berita palsu. Bagi kami yang terpenting adalah kualitas berita, bukan kuantitas, ” tambah Sapto.
Sapto berharap hasil kerja Tim Periksa Data Tirto dapat memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia informasi yang sesuai dengan yang mereka butuhkan dan bisa dijadikan acuan pengambilan keputusan dan mengidentifikasi secara lebih baik informasi dan fakta secara online.
Sapto menambahkan dengan mendapatkan badge IFCN dan mendapat kepercayaan bekerjasama dengan platform media sosial Facebook, maka ini kesempatan berharga memberikan kontribusi peradaban baru dalam literasi digital di Indonesia. Sekaligus tanggungjawab sosial dan tantangan besar untuk mewujudkan media yang kredibel.
“Dalam tiga bulan ini kami secara aktif melakukan literasi digital ke berbagai kampus di Indonesia dan mengidentifikasi berbagai hoax yang ada di sosial media,” kata Sapto. Selain IFCN, Tirto yang diluncurkan pertama 3 Agustus 2016 lalu, juga anggota Asosiasi Media Online Indonesia (AMSI) dan media yang terverifikasi oleh Dewan Pers.
Selain itu, Facebook juga menggelar Facebook Journalism Project yang menyertakan perwakilan dari Indonesia di Sydney awal April, serta kampanye “Think Before You Share” yang sudah digelar sejak Februari 2018.
“Kami serius dan berkomitmen mengurangi penyebaran informasi yang menyesatkan di Facebook dan menjamin bahwa kami menciptakan pengalaman yang positif bagi komunitas Facebook” tambah Alice Budisatrijo.
Dalam rangka seminar literasi digital internasional, Tirto.id bersama Kompas.com dan Mafindo diundang oleh Facebook untuk hadir dalam roundtable discussion di Sydney, Australia pada tanggal 4 April 2018.
Menurut Sapto, tidak mudah untuk mendapat kepercayaan Facebook. Dengan jumlah berita yang sangat banyak, sementara pengalaman baru, Tirto ingin mendapat dukungan dari banyak pihak dalam pelaksanaannya. “Saya berharap, ada pihak lain yang mendapat badge dari IFCN agar jumlah konten yang diperiksa data lebih banyak,” katanya.
Untuk mendapatkan kepercayaan AFCN sebagai lembaga independen tidak mudah. Prosesnya terjadi sejak Juli tahun lalu dengan adanya tim dari Poynter.org dan dilanjutkan pengiriman assesor yang mewawancarai pihak Tirto dan melakukan beberapa penelitian yang tidak diketahui Tirto.
Setelah itu, selama Desember 2017 Tirto berkewajiban mengisi berbagai dokumen dan juga mencantumkan beberapa dokumen di halaman Tirto.id. “Melelahkan, hampir 6 bulan kami dituntut untuk mengisi data secara transparan dan benar termasuk mengenai pemodal, apakah ada hubungannya dengan partai, dan bagaimana mekanisme melakukan fact-checking,” kata Sapto. Sejak didirikan Tirto sudah berkomitmen untuk memberikan konten yang layak pada pembacanya, maka sejak awal Tirto sudah melengkapi divisi riset data dan analisa di newsroom. (sp/hendro | foto : istimewa)