Otoritas Jasa Keuangan memperhatikan dampak pandemi Covid-19 yang relatif mulai memberikan tekanan terhadap sektor jasa keuangan, meskipun dari berbagai indikator dan profil risiko, kondisi stabilitas sistem keuangan sampai saat ini tetap terjaga dengan kinerja intermediasi yang positif.
Di sisi lain, menyikapi kondisi “new normal” yang mulai berlaku di berbagai negara, OJK melihat adanya kesempatan bagi sektor riil di Tanah Air dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan kapasitas ekspornya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Hal ini juga didukung ketersediaan likuiditas dan aspek permodalan yang cukup di perbankan saat ini.
Dalam upaya memitigasi dampak pelemahan ekonomi dan menjaga ruang untuk peran intermediasi sektor jasa keuangan, OJK telah mengeluarkan sejumlah kebijakan stimulus lanjutan yang telah disampaikan OJK pada hari Rabu (27/5) lalu.
Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan April 2020 tumbuh sejalan dengan perlambatan ekonomi. Kredit perbankan tumbuh sebesar 5,73 persen yoy, sementara piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 0,8 persen yoy. Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 8,08 persen yoy. Pada April 2020, industri asuransi berhasil menghimpun pertambahan premi sebesar Rp15,7 triliun.
Sampai 26 Mei 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal tercatat mencapai Rp32,6 triliun dengan 22 emiten baru. Di dalam pipeline telah terdapat 67 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp31,6 triliun.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2020 masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 2,89 persen (NPL net Bank Umum Konvensional (BUK): 1,09 persen) dan Rasio NPF sebesar 3,25 persen. Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK April 2020 terpantau pada level 117,8 persen dan 25,14 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio BUK tercatat sebesar 22,13 persen serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 651 persen dan 309 persen, jauh diatas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
Sebelumnya, proyeksi IMF dan rilis data PDB triwulan I-2020 menyebutkan bahwa mayoritas negara akan mengalami kontraksi pada triwulan selanjutnya akibat kebijakan lockdown yang telah diterapkan.
Selain itu, rilis data high frequency terkini semakin meningkatkan keyakinan bahwa AS dan Eropa akan mengalami resesi pada triwulan II-2020. Kendati demikian, di tengah tingginya potensi resesi, mulai dilonggarkannya lockdown di beberapa negara maju memberi sentimen positif dan mendorong penguatan pasar saham dan obligasi global pada Mei 2020.
Meredanya volatilitas di pasar keuangan global berdampak pula pada pasar keuangan domestik yang bergerak relatif stabil di tengah masih tingginya penyebaran Covid-19 di Indonesia serta rilis data perekonomian domestik yang kurang positif.
Sampai dengan 20 Mei 2020, pasar saham ditutup di level 4.546 atau sedikit melemah sebesar -3,6 persen mtd, sedangkan pasar SBN relatif stabil dengan yield rata-rata menguat sebesar 11,9 bps mtd. Investor nonresiden mencatatkan net buy sebesar Rp12,5 triliun mtd (pasar saham: Rp8,0 triliun; pasar SBN: Rp4,5 triliun), berbeda dengan bulan April yang masih mencatatkan net sell sebesar Rp10,9 triliun.
OJK senantiasa memantau perkembangan pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian global dan domestik. OJK juga akan terus menyiapkan berbagai kebijakan sesuai kewenangannya menjaga stabilitas industri jasa keuangan, melindungi konsumen sektor jasa keuangan serta mendorong pembangunan ekonomi nasional.