Matahari mulai tinggi, jarum jam bergerak ke angka delapan. Sejumlah pengunjung berjalan riang ke pintu masuk, lalu menunjukkan tiket pada petugas. Seorang petugas Kebun Binatang Surabaya (KBS), sibuk memasang banner bertuliskan ‘100 Tahun Kebun Binatang Surabaya’.
Ya, hari ini, Rabu (31/8/2016), KBS genap berusia 100 tahun. Perjalanan luar biasa bagi sebuah ikon kota yang berfungsi ganda. Sebagai sarana hiburan warga, hutan kota, dan wadah pelestarian flora dan fauna.
Meski sempat dihajar isu tak sedap di 10 tahun terakhir perjalanannya, KBS masih diakui sebagai salah satu kebun binatang yang paling populer, tak hanya di Indonesia, tapi juga Asia Tenggara. Maklum, lebih dari 350 spesies satwa dan 3000 binatang, ada di sana. Sebagian adalah satwa langka yang ada di dunia.
Dengan koleksi seperti ini, di hari biasa, KBS menyedot setidaknya 1000 pengunjung yang datang dari dalam dan luar Kota Surabaya. Di hari libur, jumlah pengunjung bisa mencapai 5000 orang, bahkan saat hari raya bisa 10 ribu pengunjung per hari.
Perjalanan panjang KBS bermula saat turun SK Gubernur Jenderal Belanda No. 40 pada 31 Agustus 1916. Saat itu, KBS muncul dengan nama Soerabaiasche Planten-en Dierentuin (Kebun Botani dan Binatang Surabaya). Uniknya, kelahiran kebun ini tak lepas dari upaya H.F.K. Kommer, jurnalis yang kebetulan suka mengumpulkan binatang.
Dari segi finansial Kommer mendapat bantuan dari beberapa orang yang mempunyai modal cukup.
Saat berdiri kali pertama, KBS dibangun dikawasan Kaliondo. Setahun kemudian dipindah ke Jalan Groedo. Baru pada tahun 1920 pindah ke daerah Darmo. Area KBS menggunakan sebidang tanah dengan luas 30.500 meter persegi yang disediakan Oost-Java Stoomtram Maatschapij atau Maskapai Kereta Api.
Menurut Iwan Londo, pegiat konservasi alam dari Surabaya, keberadaan KBS sebenarnya memiliki fungsi yang sangat strategis. “KBS sebagai sarana edukasiĀ bisa dimaksimalkan, terutama untuk jenis-jenis burung yang ada. Saat ini banyak sekali burung-burung air yang menjadikan KBS sebagai tempat bersarang maupun cari makan,” jelas Iwan yang beberapa bulan terakhir sibuk melakukan pengamatan burung di kawasan Pantai Timur Surabaya ini.
Ada baiknya, lanjut Iwan, lokasi seperti ini bisa dipertahankan sebagai taman kota atau habitat burung-burung liar yang ada di Surabaya.
Tentang isu tak sedap di KBS terkait kualitas perawatan satwa, Iwan menilai, memang perlu keseriusan dalam perawatan. “Karena saat ini pandangan orang tentang KBS tidak ubahnya seperti neraka bagi satwa liar,” sesalnya.
foto : mamuk ismuntoro | indonesiaimages.net
FOTO-FOTO LAIN KLIK GALLERY